Tangerang –
Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional akhirnya menerima alat belajar dari OHFA Tech Korea Selatan (Korsel) setelah tertahan Bea Cukai Soekarno-Hatta sejak 18 Desember 2022. Akar masalah dari kasus ini adalah miskomunikasi.
Demikian menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Dia mengatakan bahwa SLB, dinas pendidikan dan perusahaan jasa titipan (PJT) dalam hal ini DHL tidak berkomunikasi dengan baik.
“Ini masalah tidak terkomunikasi dengan baik. Jadi SLB, dinas (pendidikan), kemudian PJT mengakui ini tidak berkomunikasi dengan baik sehingga menyikapinya kurang pas,” kata Askolani di DHL Express Distribution Center-JDC, Tangerang, Senin (29/4/2024).
Askolani menyebut barang kiriman yang tiba pada 18 Desember 2022 itu awalnya diberitahukan sebagai barang kiriman oleh PJT DHL. Dengan demikian Bea Cukai menetapkan pentarifan hingga muncul tagihan ratusan juta.
“Dia tidak ada info, kemudian masuk ke kita sebagai barang kiriman, sehingga tentunya kita kasih sesuai barang kiriman ada pentarifan yang ditetapkan mekanisme oleh pemerintah, kita hitung,” beber Askolani.
Ketika tagihan disampaikan ke pihak SLB, proses pengurusan tidak dilanjutkan karena merasa keberatan. Barang kiriman itu pun terkatung-katung di gudang PJT DHL dan ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD) oleh Bea Cukai.
“2023 barang itu dicek lagi kepada DHL untuk memperbaiki address, dokumen dan lain-lain, tetapi komunikasinya hanya sampai PJT, belum masuk ke ranah kita Bea Cukai. Kita hanya tahunya barang kiriman, tarifnya sekian, tapi dokumentasi segala macam masih sebatas teman-teman di DHL,” terang Askolani.
Belakangan baru diketahui setelah viral di media sosial Twitter/X bahwa ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah. Mengetahui informasi itu, Bea Cukai mengaku langsung membantu dengan mekanisme fasilitas pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait.
“Baru diinfo 2024 itu barang hibah. Setelah kita tahu itu barang hibah, kita kasih info bahwa kalau barang hibah kita fasilitasi untuk kepentingan pendidikan atau kepentingan sosial, ada PMK-nya untuk tidak dikenakan bea masuk atau pajak dalam rangka impor,” jelas Askolani.
“Jadi kalau kita tidak dikasih tahu sebelumnya, kita nggak ngerti ini barang hibah. Setelah kita tahu, kita malah kasih exit sebenarnya jalannya bisa ke sini, bukan ke sini,” tambahnya.
Setelah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, alat belajar untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional dari OHFA Tech Korsel berupa 20 pcs keyboard akhirnya dibebaskan bea masuk karena merupakan barang hibah. Bantuan tersebut telah diserahkan oleh pihak Bea Cukai Soekarno-Hatta.
“Bahwa ini memang betul hibah dan kalau hibah tidak ada pengenaan bea masuk atau pajak dalam rangka impor, biayanya nol. Kami alhamdulillah merespons cepat, hari ini dengan dilengkapi dokumen dari dinas pendidikan sesuai ketentuan pemerintah, dibebaskan bea masuk dan ini sangat membantu,” ucap Askolani.
(aid/hns)