Jakarta –
Eagle merupakan salah satu merek sepatu lokal yang sudah cukup lama dikenal dan digunakan masyarakat Indonesia. Eagle pertama kali meluncurkan produknya pada 1986, dan eksis hingga kini khususnya pada segmen sepatu olahraga.
Seiring melemahnya industri alas kaki dalam negeri beberapa tahun terakhir, kinerja produsen sepatu yang sudah beroperasi selama 38 tahun ini juga terpengaruh. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan alas kaki mereka.
Head of Brand & Marcom Eagle, Aulya Elyasa mengatakan dalam setahun terakhir kondisi penjualan perusahaan memang ikut mengalami penurunan kurang dari 10%. Terlepas dari penurunan itu, menurutnya kondisi penjualan sepatu perusahaan masih terbilang stabil.
“Kondisi kami saat ini masih stabil ya. kita masih stabil, penjualan kita masih cukup bagus. Memang ada sedikit penurunan, tapi tidak sangat signifikan ya. Kalau persentasenya mungkin tidak lebih dari 10%, tapi bisa dibilang stabil secara penjualan, karena memang penjualan kita kan saat ini kan based on online, dan juga bekerja sama dengan distributor, serta menggunakan direct sales yang langsung ke toko-toko tradisional,” kata Aulya pada launching EAGLE REBORN di The Tribrata Dharmawangsa Convention Center, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2024) kemarin.
Beruntung penurunan penjualan ini tidak lantas membuat kondisi perusahaan jadi terpuruk. Sehingga sepanjang tahun ini perusahaan juga belum melakukan efisiensi alias PHK massal.
“Belum ada PHK sama sekali sampai sekarang. Untuk jumlah karyawan saat ini kalau untuk di head office itu ada sekitar 50-60 orang. Di gudang itu hampir 10 orang, kalau di pabrik saya lupa, ada berapa ribu,” terangnya.
Dalam hal ini Aulya mengatakan penurunan penjualan sepatu Eagle ini terjadi di saluran distributor. Di mana menurutnya produk-produk yang dihasilkan perusahaan saat ini memang kurang diminati masyarakat, khususnya kaum muda.
“Memang agak sedikit sepi di distributor, tapi di tempat lain Alhamdulillah kita cukup kuat, dan juga kenapa di distributor ini sepi? Memang mungkin produk-produk yang kita berikan kepada mereka memang kurang untuk bisa menjual,” ungkapnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Eagle akhirnya memutuskan untuk melakukan rebranding alias mengubah citra mereka. Hal ini ditandai dengan pergantian logo perusahaan dari Burung Elang menjadi Cakar Elang.
“Kami mengantisipasi ini dengan melakukan perubahan. karena kami yakin kalau misalnya kita tetap seperti kemarin, sebelum hari ini, kita akan tergerus. kita pasti akan jatuh juga dengan perubahan yang luar biasa, dengan tren dari si Gen Z, Gen Y ini yang wah luar biasa FOMO-nya dan lain-lain. Jadi kita harus adaptasi, dan adaptasi ini yang kita lakukan pada hari ini. Sehingga kita ke depannya yakin sih bahwa brand kita akan survive ya,” papar Aulya.
Di mana logo perusahaan saat ini dinilai lebih elegan dan fresh dari sebelumnya yang secara langsung ditujukan untuk pengguna yang lebih muda, sejalan dengan cerminan dari visi dan misi Eagle terbaru sebagai produk untuk memperkuat individu dan menyebarkan kekuatan optimisme.
“Situasi bermunculan merek-merek sepatu lokal membuat ekosistem footwear semakin menarik sekaligus menjadi tantangan tersendiri. Pertarungan harga, desain, dan kualitas menjadi begitu menantang, tapi kami tetap optimistis bisa menjawab tantangan tersebut dan tetap menjadi jenama terbaik di Indonesia untuk produk Sport & Lifestyle,” pungkasnya.
(fdl/fdl)