![](https://i3.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2025/02/05/jalan-pantura-batang-rusak-parah-lubang-menganga-bisa-picu-kecelakaan_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Musim hujan kerap menimbulkan kerusakan jalan. Jalanan yang rusak ini kerap menjadi pemicu kecelakaan lalu lintas, bahkan kecelakaan yang menimbulkan korban. Siapa yang bertanggung jawab?
Dengan banyaknya lubang di jalan raya, ketika air menggenang menutupi badan jalan, masyarakat kerap tidak tahu kondisi jalan berlubang itu. Akibatnya, kecelakaan tak terhindarkan.
“Beberapa kejadian kecelakaan di jalan akibat banyaknya pengendara menghindari lubang atau bahkan terperosok ke dalam lubang itu. Kondisi jalan yang rusak parah, akibat menghindari lubang tersebut malah terjadi tabrakan,” kata Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno.
Menurut Djoko, berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Dalam hal belum dilakukan perbaikan jalan, penyelenggara jalan wajib memberi tanda aatu rambu pada jalan yang rusak.
“Warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan. Jalan nasional wewenangnya Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, jalan provinsi wewenangnya Pemerintah Provinsi dan jalan kota/kabupaten wewenangnya Pemkot/Pemkab,” beber Djoko.
Penyelenggara jalan yang tidak dengan segera memperbaiki jalan yang rusak dapat dituntut sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Tertuang dalam Pasal 273 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.
“Kemudian kalau sampai mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta,” ungkapnya.
Menurut Djoko, anggaran pemeliharaan jalan harus diadakan lagi. Jika sudah dianggarkan lagi, jangan dikorupsi seperti yang kerap terjadi.
“Penghematan anggaran terjadi hampir di semua instansi pemerintah, termasuk anggaran pemeliharaan jalan. Pemeliharaan jalan perlu dilakukan secara rutin, mengingat tingkat kerusakan jalan akibat hujan cukup tinggi dan mendekati musim lebaran. Kondisi jalan harus baik (mulus) ketika akan dilewati pemudik lebaran. Pemudik lebaran terbanyak menggunakan sepeda motor. Sepeda motor sangat rentan kecelakaan. Apalagi nanti banyak jalan yang rusak, pasti akan menambah korban kecelakaan pesepeda motor. Tentunya, hal ini tidak diinginkan,” katanya.
(rgr/dry)