Jakarta –
Fisikawan yang satu ini percaya bahwa dia mungkin telah memecahkan soal ‘grandfather paradox’ dalam hal penjelajahan waktu. Sebagai penjelasan, grandfather paradox simpelnya begini. Misalnya, kamu punya mesin waktu dan menjelajah zaman kakekmu dulu.
Terus, kakek kamu dibuat meninggal sebelum dia sempat memiliki anak. Kalau kamu berhasil, orang tua kamu tidak akan lahir. Begitu pula dirimu tidak akan hadir, bahkan untuk kembali ke masa lalu dan menghabisi nyawa kakekmu.
Kendati demikian, menurut ilmu fisika yang kita ketahui sejauh ini, perjalanan waktu ke masa lalu belum dapat dikesampingkan. Salah satu gagasan yang muncul dari karya Einstein adalah bahwa ‘kurva waktu tertutup’ (Closed Timelike Curves (CTCs)) dapat dimungkinkan, di mana ruang dan waktu sangat terdistorsi (sengaja atau secara alami, misalnya di sekitar lubang hitam supermasif) sehingga objek atau pengamat yang melintasinya akan kembali ke titik awal mereka.
“Sering diasumsikan bahwa, di alam semesta dengan CTC, orang dapat ‘melakukan perjalanan ke masa lalu’. Di permukaan, ini tampaknya merupakan implikasi yang jelas, karena (pada skala yang cukup besar) seseorang dapat melihat kurva mirip waktu sebagai garis dunia dari pesawat ruang angkasa hipotetis yang melakukan perjalanan melintasi ruang-waktu,” tulis Lorenzo Gavassino fisikawan di Vanderbilt University, dalam makalah barunya.
“Jika kurva tersebut membentuk lingkaran, pesawat ruang angkasa kembali ke titik awalnya, di masa lalunya sendiri. Namun, untuk memastikan bahwa ini adalah perjalanan yang sebenarnya ke masa lalu, pertama-tama kita harus membahas apa yang terjadi pada penumpang (yaitu pada sistem partikel makroskopis) saat mereka menyelesaikan perjalanan pulang pergi,” sambungnya.
Dalam karya barunya, Gavassino mencoba menjelaskan apa yang terjadi secara termodinamika jika sebuah pesawat ruang angkasa melintasi kurva waktu tertutup, dan muncul saat mereka berangkat atau sebelumnya. Selama perjalanan ini, entropi harus meningkat menuju kesetimbangan termodinamika menurut hukum kedua termodinamika, tetapi untuk alam semesta yang konsisten, entropi juga harus kembali ke keadaan non-kesetimbangan sebelum kurva waktu tersebut dimasuki.
Mengambil contoh satu partikel tidak stabil yang memantul di sekitar pesawat ruang angkasa, ia mengatakan bahwa hukum fisika sebagaimana kita pahami mengharuskan partikel tersebut kembali ke keadaan awalnya.
“Seperti yang diharapkan, partikel tersebut meluruh secara spontan mendekati τ=0, dan tetap meluruh hampir sepanjang perjalanan. Namun, saat τ mendekati [awal putaran], partikel tersebut direkonstruksi secara spontan, dalam waktu yang sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk meluruhnya,” jelas Gavassino.
Gavassino menyebut mekanisme ini merupakan konsekuensi langsung dari diskritisasi tingkat energi. Ini tidak pula mengharuskan kita untuk menyempurnakan kondisi awal. Dalam penelitiannya, ia menyatakan bahwa ada titik di mana entropi menjadi maksimal, dan hukum kedua termodinamika mulai berbalik arah.
Semua ini terdengar seru, tetapi ada kendalanya. Menurut penelitiannya, orang akan kehilangan semua ingatan tentang apa pun yang terjadi selama putaran.
“Memori dapat dimodelkan secara skematis sebagai hasil interaksi, di mana suatu objek meninggalkan jejak keadaan awalnya dalam keadaan selanjutnya dari ‘penjaga memori’, yang dapat berupa perangkat pengukuran atau makhluk hidup,” tulisnya.
Dengan memodelkan proses pengumpulan memori, ia menemukan bahwa memori apa pun yang dikumpulkan sepanjang CTC akan dihapus oleh pengulangan Poincaré sebelum akhir loop. Anda dapat melintasi loop, tetapi Anda tidak akan mengumpulkan informasi baru apa pun dan alam semesta akan mengembalikan Anda ke posisi awal Anda dengan entropi yang masih utuh.
Dalam hal grandfather paradox, alam semesta akan berevolusi dengan cara yang membuatnya tetap konsisten, mengembalikan penjelajah waktu ke kondisi awal mereka.
“Kebanyakan fisikawan dan filsuf di masa lalu berpendapat bahwa jika perjalanan waktu ada, alam akan selalu menemukan cara untuk mencegah situasi yang kontradiktif,” ujar Gavassino kepada Live Science.
Akan tetapi perlu dicatat, Gavassino menyebut tidak menjadikan gagasannya sebagai bukti kemungkinan keberadaan CTC. Demikian melansir IFLScience.
(ask/ask)