
Jakarta –
Baru-baru ini industri perhotelan di Indonesia sedang dalam situasi yang terpuruk, hal tersebut imbas dari adanya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Adanya kebijakan efisiensi tersebut, di dalamnya termasuk pengurangan perjalanan dinas yang sudah tertera dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang kini dampaknya terasa bagi sektor perhotelan di berbagai daerah.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, mengatakan pihaknya juga sedang dalam upaya untuk mencari jalan keluar. Dalam ekosistem industri perhotelan juga terdapat aspek ekonomi kreatifnya.
Hotel-hotel tidak sedikit yang bekerja sama dengan para pelaku ekonomi kreatif, oleh karenanya apakah dari merosotnya pendapatan industri perhotelan, juga akan berdampak pada ekonomi kreatif.
“Ya saat ini seperti kita ketahui bersama memang kita sedang melakukan efisiensi. Nah harapannya ini kondisinya bisa lebih baik dan pegiat ekonomi kreatif yang saat ini bergantung juga dengan berkembangnya industri perhotelan itu juga bisa terus berjalan lah begitu,” ungkap Riefky di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
“Kondisi saat ini kita bersama-sama juga dengan asosiasi sedang mencari jalan keluar yang terbaik dalam situasi efisiensi saat ini,” lanjutnya.
Sebagai contoh, beberapa hotel-hotel di beragam daerah mengalami penurunan pendapatan bahkan hingga miliaran rupiah dari adanya efisiensi anggaran.
Dikutip dari detikJabar, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad, menyatakan pengusaha hotel di Bandung mengalami kerugian hingga Rp 12,8 miliar.
“Sampai hari ini, jumlah pembatalan (kegiatan di hotel) yang ada di Kota Bandung sudah mencapai kurang lebih Rp 12,8 miliar dan ini bisa bertambah terus,” kata Dodi.
Pembatalan pemesanan itu, menurut Dodi tidak hanya berasal dari tingkat pemerintah daerah saja. Tetapi juga pembatalan pemesanan dari pemerintah pusat hingga kementerian.
“Sudah banyak yang membatalkan pesanan dari kementerian-kementerian dari Jakarta maupun di tingkat provinsi dari dinas-dinas yang bersangkutan,” terangnya.
Kerugian itu sangat begitu terasa untuk industri perhotelan, Ketua PHRI Kota Jakarta, Sutrisno Iwantono, menyebut di Kota Jakarta saja kerugian industri tersebut diperkirakan hingga 40%.
Hal ini karena pendapatan yang dihasilkan oleh hotel-hotel bergantung pada kegiatan seperti Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang kerap berlangsung di hotel-hotel. Utamanya Kota Jakarta ini.
“Kalau pemotongan negara itu kan dilakukan terutama itu kan banyak yang menyangkut perjalanan dinas. Berarti traffic yang berasal dari ASN aan menurun drastis ya. Sementara kita tahu bahwa hotel-hotel itu banyak yang bergantung juga dari kegiatan pemerintah seperti meeting dan konferensi,” jelas Sutrisno saat dihubungi detikTravel beberapa hari lalu.
(upd/wsw)