
Jakarta –
Penghematan anggaran pemerintah memukul industri perhotelan di Indonesia. Hotel-hotel di daerah merupakan hotel yang paling terkena dampak kebijakan ini.
“Pasti kena semua mas. Yang paling terasa di daerah luar Jawa,” ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusron kepada detikcom.
Maulana memberikan data survei PHRI tentang dampak kebijakan penghematan anggaran pemerintah terhadap perhotelan. Menurut survei Industri Hotel Indonesia yang dilakukan oleh Horwath HTL, permintaan kamar dari pemerintah di hotel-hotel Indonesia berkisar antara sekitar 5% hingga 7% dari total bisnis hotel, sementara permintaan terkait MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) berkisar antara 6% hingga 21%.
Angka-angka ini bervariasi tergantung pada karakteristik pasar, hotel positioning, dan lokasi geografis. Ketergantungan pada pengeluaran pemerintah dan permintaan terkait MICE sangat mendominasi di segmen hotel bintang 3, bintang 4, dan bintang 5, serta di destinasi pintu mask gerbang domestik yang populer.
Tren historis dari tahun 2018 hingga 2019 menunjukkan bahwa keputusan untuk mengurangi anggaran perjalanan resmi/dinas tidak hanya mempengaruhi akun terkait pemerintah, tetapi| juga mengganggu dinamika pasar secara keseluruhan.
Bisnis MICE memiliki efek pengganda yang signifikan pada industri terkait, dan setiap gangguan akan berdampak negatif pada sektor-sektor ini. Industri seperti pemasok makanan dan minuman, transportasi, dan keuangan sangat rentan.
Sebanyak 726 responden telah berpartisipasi dalam survei kami, dengan rata-rata ukuran 178 kamar per properti. Segmen hotel bintang 3, bintang 4 dan bintang 5 merupakan responden yang mendominasi keikutsertaan dalam proses survei sentimen pasar ini.
“Survei ini mencakup 717 hotel dari 30 provinsi dan kota. Hotel-hotel di Pulau Jawa yang sering digunakan sebagai pusat aktivitas kegiatan pemerintahan, merupakan kontributor utama PHRI dalam survei ini,” tulis PHRI.
(ddn/bnl)