
Jakarta –
Penumpang di dalam pesawat Alaska Airlines Boeing 737 Max 9 yang mengalami ledakan mengerikan di udara pada bulan Januari telah menerima surat dari FBI. Lembaga itu mengatakan bahwa mereka mungkin menjadi korban kejahatan.
Menyitir CNN, Sabtu (23/3/2024), pengacara Mark Lindquist, yang mewakili beberapa penumpang yang berada di penerbangan Alaska Airlines 1282, membagikan surat yang dikirimkan kantor FBI di Seattle kepada para penumpang.
“Saya menghubungi Anda karena kami telah mengidentifikasi Anda sebagai kemungkinan korban kejahatan,” demikian sebagian isi surat tersebut. Surat tersebut juga mencatat bahwa FBI saat ini sedang menyelidiki kasus tersebut.
“Klien dan saya menyambut baik penyelidikan Department of Justice (DOJ). Kami menginginkan akuntabilitas. Kami ingin jawaban. Kami ingin pesawat Boeing yang lebih aman. Dan penyelidikan DOJ membantu memajukan tujuan kami,” ujar dia.
Pengacara Robert Clifford, yang mewakili banyak anggota keluarga korban kecelakaan jet Boeing 737 Max yang diterbangkan oleh Ethiopian Air pada tahun 2019 serta beberapa penumpang Alaska Air baru-baru ini, mengatakan bahwa beberapa kliennya juga menerima surat yang memberi tahu mereka bahwa mereka bisa menjadi korban kejahatan.
“Saya yakin semua orang di pesawat akan mendapatkan surat ini. Keluarga para korban Ethiopian Air seharusnya juga dianggap sebagai korban kejahatan,” jelas dia.
Selain surat-surat yang dikirimkan kepada para penumpang, para pramugari dalam penerbangan Alaska Air Penerbangan 1282 telah diwawancarai oleh para penyelidik dari Departemen Kehakiman, menurut orang-orang yang mengetahui situasinya.
Surat-surat tersebut pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal awal bulan ini.
“FBI tidak mengkonfirmasi atau menyangkal adanya investigasi,” tulis Kantor Urusan Publik FBI Seattle dalam sebuah email kepada CNN, mengutip kebijakan Departemen Kehakiman.
Potensi pidana Boeing
Departemen Kehakiman membuka penyelidikan atas insiden tersebut dan Boeing pada bulan Februari. Penyelidikan tersebut berpotensi membatalkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan nan kontroversial yang dicapai Boeing dengan Departemen Kehakiman pada bulan terakhir pemerintahan Trump.
Penyelesaian yang dikritik oleh keluarga korban kecelakaan dan anggota Kongres ini dilakukan atas tuduhan bahwa Boeing menipu Administrasi Penerbangan Federal selama proses sertifikasi awal untuk jet 737 Max.
Boeing setuju untuk membayar USD 2,5 miliar, tetapi sebagian besar merupakan uang yang telah disetujui oleh Boeing untuk dibayarkan kepada maskapai penerbangan yang telah membeli pesawat Max yang dikandangkan selama 20 bulan setelah kecelakaan Ethiopian Air dan kecelakaan sebelumnya, Lion Air di Indonesia.
Perjanjian penuntutan yang ditangguhkan dapat mengakhiri ancaman Boeing menghadapi tanggung jawab pidana atas tuduhan penipuan sebelumnya.
Namun, insiden Alaska Air terjadi hanya beberapa hari sebelum masa percobaan selama tiga tahun berakhir. Sehingga penyelidikan kriminal dapat membuat Boeing terancam dakwaan bukan hanya untuk insiden Alaska Air tetapi juga tuduhan kesalahan kriminal sebelumnya.
Pihak Boeing menolak berkomentar.
Pada tanggal 5 Januari, 171 penumpang dan enam awak pesawat menaiki penerbangan di Portland, Oregon, menuju Ontario, California. Tiba-tiba setelah lepas landas, sebuah panel badan pesawat yang disebut “sumbat pintu/jendela” terlepas, sehingga memaksa pilot melakukan pendaratan darurat.
Simak Video “Ledakan Guncang Pusat Pelatihan FBI, 16 Orang Dilarikan ke RS“
[Gambas:Video 20detik]
(msl/fem)