Jakarta –
Sebagaimana layaknya interaksi dan komunikasi dua belah pihak, saat berbicara dengan kreasi Artificial Intelligence (AI) berupa asisten suara seperti Siri, Alexa atau Google Assistant, manusia juga memberikan reaksi, bahkan ekspresi.
Namun, tindakan dan respons emosional pengguna saat berbicara dengan asisten-asisten suara itu sangat bervariasi, tergantung pada kepribadian dan tingkat kenyamanan individu terhadap teknologi. Sebagian orang mungkin menganggap interaksi itu lucu, main-mainan dan menghibur. Sebaliknya, mungkin saja ada pribadi yang merasa frustrasi atau terganggu oleh keterbatasan asisten suara.
Ada sejumlah faktor yang sangat menentukan. Dua diantara banyak hal yang paling mendorong emosi pengguna adalah: penilaian pengguna atas efektivitas serta kepraktisan layanan dan mudah tidaknya pengoperasian layanan tersebut.
Kinerja dan kegunaan teknologi yang dirasakan adalah dua hal yang memiliki dampak substansial. Ketika asisten suara menunjukkan tingkat kemahiran yang tinggi dalam memahami dan menanggapi pertanyaan, cenderung timbul perasaan senang pada diri pengguna. Mungkin saja mereka akan terdorong untuk terus menggunakan asisten-asisten suara tersebut.
Respon yang berbeda akan timbul bila kemampuan percakapan sangat terbatas, apalagi bila ditemukan kesalahan pada teknologinya. Pribadi yang menggunakan akan merasa tidak puas, ekspektasinya menurun, bahkan berpotensi menjauh atau tidak menggunakan asisten suara lagi.
Penentu respon lainnya adalah kepraktisan layanan. Tingkat keyakinan pengguna bahwa asisten suara mudah digunakan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku tiap pribadi pengguna.
Saat orang menyadari bahwa asisten suara mudah digunakan dan mudah dihubungkan, mereka cenderung berinteraksi dengan asisten kecerdasan buatan secara teratur dan membangun perasaan positif.
Antropomorfisme
Ada hubungan yang cukup kuat antara tingkat keterikatan konsumen dengan asisten suara yang memiliki ciri-ciri mirip manusia dan reaksi emosional yang mereka rasakan. Pengguna cenderung membangun ikatan emosional yang lebih kuat dengan asisten suara dan berinteraksi dengan asisten kecerdasan buatan tersebut pada tingkat yang lebih dalam saat asisten suara menampilkan karakteristik yang lebih mirip manusia.
Fenomena seperti ini, yang dikenal dengan istilah antropomorfisme, memainkan peran penting yang menentukan cara pengguna memandang dan terlibat dengan AI. Artinya, dengan memasukkan ciri-ciri mirip manusia ke dalam desain dan interaksi asisten suara, pengembang teknologi dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas pengguna terhadap asisten tersebut.
Keterlibatan pengguna dan pengalaman positif secara keseluruhan dengan teknologi AI pun dapat ditingkatkan. Maka, sebenarnya pengetahuan dan pemahaman pengembang asisten suara mengenai dampak antropomorfisme terhadap perilaku pengguna dapat memberikan informasi mengenai kemajuan di masa mendatang dalam desain dan pengembangan AI.
Riset-riset memang telah membuktikan bahwa pengguna cenderung menikmati interaksi dengan AI yang menunjukkan ciri-ciri antropomorfik, yang mengarah pada pengalaman pengguna yang lebih positif. Respon positif pengguna semacam ini pada akhirnya dapat mendorong retensi dan loyalitas pengguna terhadap asisten suara.
Kesenangan dan kenikmatan yang diperoleh pengguna karena berinteraksi dengan asisten suara memiliki dampak signifikan terhadap tingkat kesiapan pengguna menggunakan asisten kecerdasan buatan.
Tingkat keterlibatan pengguna dan pengalaman emosional yang menyenangkan dapat dicapai melalui nilai hiburan dan persahabatan yang ditawarkan. Oleh karena itu, mengintegrasikan sifat antropomorfik ke dalam AI dapat meningkatkan kepuasan pengguna dan memperkuat ikatan antara pengguna dan asisten virtual mereka.
Artinya, dengan menciptakan pengalaman yang lebih menyenangkan dan menarik, asisten suara berpotensi menjadi alat yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari pengguna.
Selanjutnya: Empati, Privasi, Norma dan Harapan Sosial Budaya
Simak Video “Video: Melihat Kecanggihan Turbin Angin Rancangan AI“
[Gambas:Video 20detik]