
Jakarta –
PT Timah menggugat pasal terkait ganti rugi di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap setuju dengan gugatan tersebut.
“Tentu saya sangat setuju dengan adanya gugatan tersebut, karena selama ini koruptor hanya mempertanggungjawabkan uang hasil korupsi berdasarkan apa yang mereka peroleh dari perbuatan korupsi mereka, bukan berdasarkan kepada kerugian keuangan negara akibat korupsi yang mereka lakukan,” kata Yudi kepada wartawan, Kamis (13/3/2025).
Diketahui, UU Tipikor yang masih berlaku di Indonesia yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal yang digugat yaitu Pasal 18 ayat (1) huruf b yang bunyinya:
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Dalam gugatan yang didaftarkan pada 3 Maret 2025, PT Timah diwakili sejumlah kuasa hukum. Mereka menilai pasal itu sudah tidak relevan sehingga meminta MK mengubah pasal itu menjadi:
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi.
Yudi menilai Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 ini menjadi kendala dalam upaya memiskinkan para koruptor. Menurutnya, pasal itu juga menjadi kendala dalam upaya untuk memulihkan kerugian negara dari ulah koruptor.
“Sebagai contoh kalau ada kerugian negara Rp 50 miliar, ternyata para pelaku hanya menerima Rp 3 miliar, maka ia hanya bisa dibebankan uang pengganti Rp 3 miliar. Ini kan sungguh mencerminkan adanya ketidakadilan, itulah sebabnya siapa yang akan mengganti Rp 47 miliar ini?” ucap Yudi.
“Oleh karena itu maka kita sering melihat koruptor mereka tidak miskin, artinya mereka tetep kaya ketika mereka sudah lepas dari penjara ataupun lapas. Karena mereka hanya mengganti berdasarkan apa yang mereka peroleh, bukan berdasarkan dampak dari perbuatan korupsi mereka,” tambahnya.
Yudi berharap MK mengabulkan permohonan gugatan PT Timah. Menurutnya, beban ganti rugi sesuai kerugian negara bisa membuat para koruptir jera.
“Saya berharap MK mengabulkan bahwa walaupun orang tersebut hanya menerima 5 miliar, tapi ketika kerugian negaranya 1 triliun maka dia harus mengganti 1 triliun. Jadi saya setuju dengan pasal yang coba untuk diubah oleh PT Timah ini. Tentu ini akan menjadi efek jera,” imbuhnya.
Dalam permohonannya, PT Timah menyinggung perkara Harvey Moeis dkk terkait kasus timah. Perkara itu sejauh ini sudah menjerat Harvey Moeis dan 9 orang terdakwa yang putusannya sudah berada di tingkat banding. Dalam putusan itu disebutkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 300 triliun yang terdiri dari kerugian negara atas kerusakan lingkungan Rp 271 triliun dan sisanya kerugian negara terkait sejumlah hal seperti kerja sama penyewaan alat proses pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan dan sebagainya.
Putusan di tingkat banding itu pada intinya membebankan pembayaran uang pengganti pada Harvey Moeis dkk sebanyak Rp 25,4 triliun. Atas dasar itu, PT Timah melayangkan gugatan ke MK.
“Bahwa akibat penerapan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor tersebut menjadi tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah illegal di wilayah IUP Pemohon I yaitu sebesar Rp 271.069.688.018.700,00,” ucap PT Timah dalam gugatannya ke MK.
Berikut isi petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150 bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi” bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Lihat juga Video: Yusril Sebut Penyesuaian UU Tipikor dengan UNCAC Harus Dipercepat
(fas/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu