Jakarta –
Penelitian terbaru Health Collaborative Center (HCC) mengungkapkan 7 dari 10 ibu di Indonesia pernah mengalami mom shaming. Mom shaming merupakan ucapan atau kritik yang diberikan pada ibu terkait pola pengasuhan anak sehingga memberikan rasa tidak nyaman.
Peneliti utama Dr dr Ray Wagiu, MKK, FRSPH menjelaskan dari survei yang dilakukan pada 892 responden, 72 persen ibu mengaku pernah mengalami mom shaming. Menurut dr Ray, temuan di rentang waktu Juni hingga Maret 2024 tersebut menunjukkan pentingnya mom shaming menjadi perhatian semua pihak, mengingat dampak mental dan fisik relatif tinggi pada korban.
Sebenarnya apa sih dampak yang mungkin dialami oleh ibu yang menjadi korban mom shaming? Hasil riset menunjukkan 56 persen ibu korban mom shaming mengaku mengalami gangguan kesehatan mental, diikuti 65,7 persen ibu merasa malu dan bersalah imbas ‘nyinyiran’ atau tudingan yang diberikan.
“Selain itu, 64 persen ibu yang mengalami hal itu mengakui kata-kata atau tudingan yang diberikan sampai mempengaruhinya dalam cara mengasuh anak. Padahal belum tentu benar tudingannya, parenting itu subjektif sekali,” jelas dr Ray dalam acara temu media di Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).
“Pengaruhnya ke fisik karena kalau sudah kena mental karena mom shaming, itu risiko kena gangguan tidurnya itu bisa berkali-kali lipat, itu bisa kebawa-bawa dan memang ada studinya,” sambungnya.
Selain itu, berdasarkan temuan studi tersebut 22 persen korban bahkan tidak sadar melakukan mom shaming pada perempuan lain.
dr Ray mengatakan situasi mom shaming ini juga diperparah dengan minimnya korban yang sadar untuk segera pergi ke profesional kesehatan. Berdasarkan hasil survei, hanya 11 persen korban yang pergi ke psikolog untuk mengatasi dampak mom shaming.
“Ilmu parenting itu datangnya kebanyakan malah datang dari media sosial. Kenapa mom shaming marak ya salah satunya akses tenaga kesehatan kita itu masih jelek. Paling konsultasinya ke kader posyandu yang itu pun mereka dilatihnya lebih ke fisik bukan mental,” jelas dr Ray.
“Selain itu faktor pelindung mereka dari keluarga orang-orang terdekat juga justru menjadi pelakunya,” sambungnya.
Mengenai pola pengasuhan anak, dr Ray beranggapan alih-alih orang terdekat terus mengkritik pola pengasuhan ibu, sebaiknya keluarga memberikan dukungan positif dan bantuan bermakna dalam hal parenting. Pasalnya, kritik yang diberikan seringkali malah memberikan tekanan pada ibu yang sebenarnya sudah mengupayakan pola asuh terbaik untuk anak.
Menurutnya, ilmu parenting merupakan hal subjektif dan relatif berbeda pada setiap anak. Oleh karena itu, kerja sama di antara keluarga lebih penting untuk ditingkatkan.
“Paling banyak itu ketika mengurus anak, anak sakit, malah disalahkan ibunya. Ketika ibu nggak bisa ASI atau ngasih mixed feeding malah kena mom shaming. Ini kejadiannya global tapi kalau di luar negeri ada beberapa negara yang bisa melaporkan ya,” tandasnya.
(avk/naf)