Jakarta –
Overtourism di Bali mulai menjadi sorotan dunia. Mulai banyak turis nakal, sawah berubah jadi hotel dan kemacetan di mana-mana.
Bali selalu menjadi tempat favorit untuk turis maupun wisatawan domestik. Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Ubud terus-terus disebut sebagai pilihan destinasi wajib di Bali.
Namun Bali yang sekarang telah banyak berubah. Subak-subak yang dulu indah telah berganti menjadi hotel, pemiliknya pun orang asing. Turis pun lebih mudah membuka lapak usaha dan menggeser warga lokal.
Hal ini pun telah lama mencuri perhatian pengamat kebijakan publik pariwisata, Profesor Azril Azhari. Ia berulang kali memberikan untuk segera membenahi pariwisata Bali.
“Tolong bilang sama Pak Prabowo, kalau nunjuk menteri pariwisata ya orang ahli pariwisata,” ujarnya pada detikTravel Rabu (8/5).
Ia menjelaskan bahwa pariwisata sejatinya adalah ilmu sains, yang mana pengembangan pariwisata harus berbasis pada data.
“Pariwisata sudah menjadi ilmu mandiri yang berada dalam rumpun ilmu ‘Profession and Applied Science bersama denagan ilmu kesehatan, pertanian, engineering dan bukan dalam rumpun ilmu sosial atau ilmu humaniora,” jelasnya.
Saat ini ketidaktersedianya data terkait turis membuat Bali overtourism dan disorot oleh media Singapura, Channel News Asia. Bahkan overtourism ini menyebabkan prostitusi online semakin marak.
Prof Azril mengungkapkan bahwa overtourism adalah buah dari kebijakan yang selama ini berat sebelah.
“Kaji ulang Bebas visa dan Visa on Arrival, hanya berlakukan reciprocal dengan membawa biaya hidup minimal untuk 2 -4 minggu, khususnya visitors yang backpacker,” ungkapnya.
Dalam penjelasannya, Prof Azril menyatakan kekecewaan bahwa ada negara yang tidak membebaskan WNI masuk tapi bisa liburan dengan bebas visa di Indonesia, contohnya adalah Australia.
“Bule Australia kan masuk sini gampang, tapi coba kita ke Australia, harus pakai visa,” jelasnya.
Selanjutnya adalah masalah retribusi yang baru-baru ini diberlakukan. Biaya retribusi sebesar Rp 150 ribu per orang itu rencananya digunakan sebagai biaya kebersihan.
“Sekarang ada retribusi, ini enggak boleh harusnya, karena itu artinya anggaran Pemda enggak ada buat kebersihan. Kan ada dong harusnya. Biaya retribusi itu harus bisa dinikmati kembali oleh turis,” katanya.
Belum selesai masalah retribusi, pemerintah berencana untuk menambahkan pajak ke tiket pesawat. Ini membuat Bali semakin disorot.
“Pengurangan bandara internasional harusnya dari dulu. Cost kita di bandara itu paling mahal, makanya tiket jadi mahal. Maskapai besar tidak masuk ke RI karena mahal,” tuturnya.
Masalah-masalah tersebut seakan menjadi mata rantai yang tak berujung, Bali benar-benar tidak baik-baik saja. Apalagi, Bali hanya mengandalkan pariwisata.
“Saya sudah menjadi penasihat menteri pariwisata yang sekarang, dia bagus mau mendengarkan, tapi enggak tahu anak buahnya ngerti atau enggak. Jadi, tolong Pak Prabowo pilih menteri pariwisata yang ahli dalam pariwisata,” pungkasnya.
Simak Video “Cara Kemenparekraf Cegah Overtourism saat Digelarnya WWF Bali“
[Gambas:Video 20detik]
(bnl/wsw)