Jakarta –
Melihat anak aktif bisa jadi salah satu kebahagiaan bagi orang tua. Namun jika anak terlalu aktif bahkan cenderung hiperaktif, hal ini tentu bisa menjadi tantangan yang mungkin sulit diatasi.
Anak hiperaktif adalah anak yang melakukan aktivitasnya terlalu (over) aktif. Beberapa cirinya antara lain terus bergerak tanpa lelah, mudah teralihkan, tidak fokus, bahkan dapat menjadi agresif dan sulit dikendalikan. Hal ini pun kerap menguras tenaga dan membuat orang tua kewalahan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak hiperaktif seperti, autisme, gangguan otak, gangguan sistem saraf pusat, gangguan emosional, dan hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif). Selain itu, stres dan masalah kesehatan emosional juga bisa menjadi penyebab anak hiperaktif.
Tak hanya itu, beberapa penelitian menemukan paparan dari senyawa BPA saat ibu hamil juga berpotensi menyebabkan anak menjadi lebih hiperaktif. Dalam riset berjudul ‘Prenatal and early childhood bisphenol A concentrations and behavior in school-aged children’ pada 2013 lalu, Harley K. G beserta tim menemukan konsentrasi BPA urin pada masa anak-anak berkaitan dengan meningkatnya masalah tingkah laku/tabiat pada anak perempuan usia 7 tahun. Hal ini pun diketahui meningkatkan perilaku hiperaktif pada anak laki-laki dan perempuan usia 7 tahun.
Riset tersebut menguji BPA di urin ibu hamil selama masa kehamilan, serta urin pada anak-anaknya pada usia 5 tahun (N=292). Perilaku anak diamati berdasarkan laporan ibu dan guru pada usia anak 7 tahun. Harley pun melakukan asesmen langsung pada saat usia anak 9 tahun.
Jurnal lainnya yang menguji paparan BPA pada kondisi prenatal dan masa kanak-kanak pada penelitian tahun 2016 pun menemukan, paparan BPA selama kehamilan prenatal berkaitan dengan tingginya kondisi depresi, anxiety (kegelisahan), agresi, hingga hiperaktif pada anak-anak.
Sementara paparan BPA di masa kanak-kanak juga erat kaitannya dengan tingkat kecemasan, depresi, hiperaktif, dan masalah perilaku yang lebih tinggi lainnya. Untuk itu, orang tua perlu lebih berhati-hati menghindari paparan BPA selama masa kehamilan maupun di masa pertumbuhan anak-anak. Dengan begitu, Si Kecil dapat terhindar dari risiko berbagai masalah perilaku, termasuk hiperaktif.
Dilansir dari Haibunda, moms juga bisa melakukan sejumlah langkah berikut untuk meminimalisir perilaku hiperaktif anak. Ini tipsnya:
1. Salurkan Energi Anak
Orang tua bisa membantu anak-anak menyalurkan energi mereka dengan cara yang tepat agar anak berangsur tenang dan tidak lagi hiperaktif. Contohnya dengan memilih aktivitas fisik yang tepat untuk menyalurkan energi mereka yang berlebih, seperti berlari dan bermain di luar ruangan sembari dipantau oleh orang dewasa/orang tua.
Orang tua juga bisa mengarahkan energi anak pada kegiatan yang memicu kreativitas mereka atau mengajak anak bermain yang melibatkan fokus dan keterampilan memori untuk mendukung tumbuh kembang mereka.
2. Bantu Anak Atasi Perasaan
Tak jarang anak yang hiperaktif kesulitan mengenali dan menangani emosi mereka sendiri. Hal ini pun dapat menyebabkan mereka mengalami gangguan emosional. Untuk itu, bantulah anak-anak memahami, mengkomunikasikan, dan mengatasi emosi mereka, baik berupa kemarahan, kesedihan, dan kekhawatiran.
3. Terapi Perilaku
Para orang tua juga bisa mengajak anak menjalani terapi perilaku dan terapi sensori untuk mengatasi sikap hiperaktif anak yang bikin kewalahan. Namun pastikan terapi dilakukan dan dipandu oleh profesional agar mom tak salah langkah.
Itulah beberapa tips yang bisa Anda praktikkan sebagai orang tua untuk mengatasi sikap hiperaktif anak yang bikin kewalahan. Jangan lupa juga lakukan tindakan preventif dengan menghindari risiko hiperaktif dari paparan BPA sejak masa kehamilan hingga masa kanak-kanak anak.
(anl/ega)