![](https://i3.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2024/03/14/potret-warga-palestina-berebut-makanan-di-rafah-6_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Untuk bisa mendapatkan makanan, warga Gaza Utara yang kini wilayahnya sudah hancur harus membeli makanan kaleng, sedikit tepung, dan biji-bijian di pasar darurat. Salah seorang ibu bernama Nermeen Tafesh bersama kelima anaknya harus menjelajahi kios setiap hari untuk mendapatkan makanan dengan harga terjangkau.
Namun, kondisi yang terjadi pada saat ini membuat bahan-bahan makanan yang tersedia memiliki harga yang sangat mahal. Tanpa adanya pekerjaan, kebanyakan warga tidak memiliki penghasilan.
Tafesh terkejut ketika mengetahui bahwa harga kentang seberat dua pon (1 kg) mencapai 40 shekel atau Rp 173 ribu. Sedangkan harga beras dengan berat yang sama dijual dengan harga 80 shekel atau Rp 346 ribu. Padahal sebelum perang harga beras hanya sekitar Rp 31 ribu.
Kondisi tersebut tak jarang membuatnya harus kembali dari pasar dengan tangan kosong.
“Saya sekarang menjadi satu-satunya pencari nafkah bagi keluarga saya dan kami belum menerima bantuan kemanusiaan apapun semenjak perang dimulai,” ucap Tafesh dikutip dari NPR, Sabtu (30/3/2024).
Putra sulung Tafesh, Yousef (14) membantu ibunya mencari kayu untuk membuat api. Hal ini dilakukan Yousef karena Israel telah memutus bahan bakar dan listrik.
Rasa lapar membuat tenaga dari warga Gaza begitu terkuras. Kondisi ini membatasi kemampuan mereka untuk mencari konvoi bantuan yang jarang datang atau paket bantuan yang dijatuhkan dari udara.
“Dulu ada tepung sampai akhirnya habis. Lalu kita mendapat gandum dan itu juga habis. Lalu biji jagung. Setelahnya kita coba pakan ternak. Sekarang ibu membuatkan kami puding hanya dengan air dan tepung kanji dan kami memakannya,” cerita Yousef.
Tafesh bercerita bahwa mereka tidak memiliki susu, protein, buah, dan sayuran. Ia menuturkan bahwa anaknya terus menangis karena kelaparan dan menginginkan roti. Kondisi tersebut membuat anak-anak melemah, tulang mulai menonjol, dan tidak berdaya.
Putra bungsu Tafesh yang masih berusia empat tahun sebelum perang sangat aktif dan ceria. Namun kini putranya itu menghabiskan banyak waktunya dengan tidur.
“Setiap malam saya pergi tidur dalam ketakutan saat bangun menemukan salah satu anak saya meninggal,” cerita Tafesh.
Hal serupa juga dialami oleh Riwa Massoud Saed, seorang wanita Gaza yang tinggal bersama putrinya. Saed harus mencari makan apapun berupa tanaman berdaun dan gulma yang bisa ditemukan.
“Beberapa makanan yang kini terpaksa kami berikan kepada anak-anak kami, semoga Tuhan mengampuni Anda. Maksud saya keledai pun menolak memakannya,” kata Saed.
“Pakan ternaknya tidak berasa. Seperti mengunyah kayu, dan sulit dicerna,” tandasnya.
Simak Video “Gaza Makin Memprihatinkan, Anak-anak Alami Malnutrisi“
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)