
Jakarta –
7 awak kabin berdebar mengetahui jadwal penerbangan mereka untuk Selasa (18/3). Bukan penerbangan biasa, kali ini khusus misi kemanusiaan.
Repatriasi 564 WNI dilakukan dengan tiga penerbangan dengan menyewa pesawat Lion Air. Penerbangan pertama dilakukan pada Selasa pagi, mereka tiba pukul 09.15 WIB.
detikTravel melakukan wawancara pada 7 awak kabin yang membawa 200 WNI pertama. Mereka adalah Gibran Fachri M (30), Maudy juniartha (25), Ario Indra permana (31), Nuranisa Diah Ayu (24), Ary achmad Insani (28), Capt Faisal Dharmansah (34) dan Capt Hessen kushartanto (29).
Capt Faisal mengatakan bahwa penerbangan itu adalah misi kemanusiaan pertama mereka.
Capt Faisal Dharmansah dan Capt Hessen kushartanto Foto: (Grandy/detikFoto)
|
“Alhamdulillah sih dari awal sampai akhir Semua berjalan dengan lancar dan kooperatif semuanya Kebetulan juga di-support sama tim-tim yang baik Kerjasamanya untuk hari ini,” katanya.
Ia bercerita bahwa persiapannya dilakukan dalam dua hari sebelum penerbangan. Meski terbang dengan misi khusus, tapi ia mengaku bahwa tak ada persiapan khusus yang dilakukan, hanya paspor saja karena perjalanan yang dilakukan keluar dari Indonesia.
Mereka terbang dari Medan pukul 00.20 WIB dan tiba di Bandara Don Mueang Thailand pukul 03.00 waktu setempat. Tanpa ada istirahat, mereka kembali take off pada pukul 05.40 waktu setempat dan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 09.00 WIB.
“Kalau dibilang perasaan dicampur-aduk, ada deg-degan ya semacam itu,” ucap Gibran selaku pramugara di penerbangan itu.
Gibran mengaku butuh persiapan mental untuk menghadapi penumpang di penerbangan ini. Ia berempati dengan apa yang sudah dilalui oleh para penumpang selama berada di Myanmar.
![]() |
Selama penerbangan, Gibran mengaku bahwa berkat kerjasama tim yang bagus suasana di dalam pesawat aman terkendali. Bahkan, biarpun ada penumpang yang kurang sopan, mereka tetap bisa memberikan pelayanan secara profesional.
“Ada beberapa penumpang yang attitude-nya kurang baik. Tapi kita beri teguran dengan sopan,” jelasnya.
Sebelum terbang, Gibran mengaku sudah mendengar cerita-cerita tentang penumpang repatriasi. Itu mengapa ia menyiapkan mental sebaik mungkin dan tetap bersikap tenang dalam menyikapi penumpang.
“Kita berusaha tidak membedakan penerbangan tersebut dengan penerbangan sebelum-sebelumnya, jadi kita memperlakukan mereka seperti penumpang-penumpang di penerbangan lain,” ungkapnya.
Pramugari Nuranisa Diah Ayu juga menceritakan POV-nya selagi melayani penerbangan tersebut. Ia berkata ada satu kesempatan dirinya harus agak sabar dalam menghadapi penumpang di penerbangan itu.
“Saat sudah sampai di bandara, penumpang diminta untuk tetap duduk sampai tanda lampu sabuk pengaman dimatikan, tapi mereka tetap bolak-balik ke toilet. Harus diingatkan berulangkali, tapi masih bisa ditoleransi,” jawabnya.
Penerbangan misi kemanusiaan ini menjadi salah satu pengalaman yang tak terlupakan oleh mereka. Namun mereka berharap agar di masa depan tak ada kasus serupa yang menimpa anak bangsa.
“kita harus lebih memanusiakan manusia. Kalaupun memang harus ada misi kemanusiaan ini lagi ke depannya semoga prosedur-prosedur yang dilakukan Jauh lebih baik ke depan,” tutup Capt Faisal.
(bnl/bnl)