Jakarta –
ByteDance, perusahaan induk TikTok, lebih memilih aplikasi video pendek itu diblokir di Amerika Serikat ketimbang dijual ke perusahaan lain, sebagai opsi terakhir setelah menempuh jalur hukum untuk menentang undang-undang tersebut.
Seperti diketahui, Presiden AS Joe Biden baru saja mengesahkan undang-undang yang memaksa ByteDance untuk menjual TikTok jika tetap ingin beroperasi di AS. Jika tidak, TikTok akan diblokir di semua toko aplikasi dan layanan hosting di AS.
Menurut sumber yang dekat dengan internal ByteDance, algoritma yang diandalkan TikTok untuk merekomendasikan konten ke pengguna dianggap sangat penting untuk operasional perusahaan. Karena itu opsi menjual TikTok bersama algoritmanya sangat tidak mungkin terjadi.
The Information sempat melaporkan bahwa ByteDance sedang menjajaki opsi menjual bisnis TikTok di AS tanpa algoritmanya. Namun dalam postingannya di Toutiao, ByteDance menegaskan pihaknya tidak memiliki rencana untuk menjual TikTok.
Sumber tersebut mengatakan pemblokiran TikTok di AS akan berdampak kecil pada bisnis ByteDance. Saat ini TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS, dibandingkan dengan 1,5 miliar pengguna di seluruh dunia.
ByteDance tidak mengungkap laporan keuangannya atau unit aplikasinya secara publik. Seorang sumber mengklaim sebagian besar pendapatan ByteDance berasal dari China, terutama dari aplikasi seperti Douyin yang merupakan aplikasi TikTok versi China.
ByteDance meraup pendapatan sebesar USD 120 miliar pada tahun 2023, naik dari USD 80 miliar pada tahun sebelumnya. Sumber yang berbeda mengklaim AS menyumbangkan sekitar 25% dari total pendapatan TikTok tahun lalu, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/4/2024).
CEO TikTok Shou Zi Chew sendiri sudah mengumumkan niatnya untuk melawan undang-undang ini lewat jalur hukum. Chew juga yakin TikTok akan memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang tersebut.
Setelah undang-undang itu disahkan, ByteDance diberi waktu sembilan bulan untuk menjual TikTok dengan tenggat waktu pada 19 Januari 2025. Namun Biden bisa memperpanjang tenggat waktunya hingga tiga bulan jika proses divestasi TikTok menunjukkan kemajuan.
Simak Video “AS Berencana Blokir TikTok, Bagaimana dengan Indonesia?“
[Gambas:Video 20detik]
(vmp/afr)