Jakarta –
Bos Mitsubishi buka suara soal kabar merger antara Nissan dan Honda. Representative Executive Officer, President, and CEO Mitsubishi Motor Corporation Takao Kato selaku prinsipal dari Jepang belum bisa memberikan informasi lebih lanjut.
“Soal merger Nissan-Honda. Banyak orang bertanya, tapi ini masih rahasia,” kata Takao Kato di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (20/12/2024).
Nissan dan Honda dikabarkan ingin melakukan merger guna menghadapi ketatnya persaingan di industri mobil listrik.
Honda dan Nissan disebut-sebut telah membicarakan soal potensi merger. Langkah itu ditempuh di tengah ketatnya persaingan mobil listrik, terutama di China
“Tapi sejauh ini belum ada keputusan. Berita ini merupakan prediksi dari apa yang sedang terjadi,” kata dia lagi.
“Belum ada keputusan dari Mitsubishi Motors maupun perusahaan lain,” jelas Takao.
“Kami sedang mempelajari lebih lanjut step yang lebih baik untuk melakukan kolaborasi bersama brand lain,” sambung dia.
Melansir CNN, meski kedua perusahaan tersebut telah melakukan pembicaraan, tetapi mereka tidak memberikan rincian terkait kapan rencana merger tersebut terjadi.
“Seperti yang diumumkan pada bulan Maret, Honda dan Nissan sedang menjajaki berbagai kemungkinan untuk kolaborasi di masa mendatang, memanfaatkan kekuatan masing-masing,” tulis pernyataan Nissan dan Honda.
Honda dan Nissan juga mengonfirmasi kepada CNN bahwa Mitsubishi adalah bagian dari pembicaraan awal ini, yang akan melibatkan produsen mobil besar ketiga Jepang yang potensial.
Pada bulan Maret, Honda dan Nissan mengumumkan bahwa mereka akan bermitra untuk kendaraan listrik dan pada bulan Agustus mengatakan mereka akan berkolaborasi dalam teknologi baterai.
Saat ini sejumlah produsen memang tengah menghadapi ketatnya persaingan dari industri otomotif yang beralih dari mesin bensin dan diesel ke kendaraan listrik. Produksi kendaraan listrik di China juga mengalami peningkatan yang pesat. Honda dan Nissan tak menampik kabar tentang potensi merger antar dua perusahaan. Namun disebut diskusi tersebut masih tahap awal dan belum tentu ada kesepakatan yang tercapai.
Hal ini lantaran konsumen Tiongkok telah berbondong-bondong ke merek asing tetapi sebagian besar telah beralih ke merek domestik, yang memiliki nilai yang lebih baik di negara tersebut.
Pemerintah Tiongkok juga telah memberikan insentif untuk membantu mempercepat adopsi kendaraan listrik dan hibrida plug-in oleh pelanggan. Meskipun kedua perusahaan menawarkan EV dan plug-in – Nissan, khususnya, adalah pelopor dalam teknologi EV – merek Tiongkok seperti BYD telah melampaui teknologi mereka dan harganya lebih murah.
Nissan mengatakan bahwa pendapatan operasionalnya antara Maret dan September turun 90% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, Honda, yang kira-kira lima kali lebih besar dari Nissan, juga menghadapi tantangan. Perusahaan mengumumkan rencana untuk hanya menjual kendaraan tanpa emisi di pasar-pasar utama pada tahun 2040. Namun, transisi berjalan lambat, karena harga gas yang relatif rendah, infrastruktur pengisian daya yang tidak memadai, dan meningkatnya persaingan telah menurunkan permintaan EV di Amerika Serikat dan Eropa.
Honda sejauh ini merupakan yang terbesar dari tiga produsen Jepang tersebut. Perjanjian baru ini belum diungkapkan secara gamblang,
Diketahui aliansi Honda-Nissan-Mitsubishi sudah tercium pada 1 Agustus, kala itu rinciannya masih belum jelas. Namun Honda dan Nissan secara terpisah sudah menandatangani kesepakatan untuk mengerjakan baterai, motor listrik, dan kendaraan yang ditentukan software-defined vehicles (SDV). Selain itu, Nissan dan Honda akan saling melengkapi jajaran mobil internal combustion engine (ICE) dan mobil listrik.
(riar/dry)