Majalengka –
Di kota-kota besar seperti sekitar Jabodetabek, bioskop dapat berjumlah lebih dari satu. Tetapi di Majalengka, tak ada satu pun bioskop dan hanya tersisa cerita nostalgia.
Kendati telah lama tiada bioskop berdiri di Majalengka, tetapi kenangan dan cerita unik masih terpatri dibenak salah seorang warga bernama Engkus Kusnadi (52).
Awalnya, sekitar 1950-2000an tempat nonton di Majalengka cukup menjamur. Menurut Engkus, bioskop merupakan tempat tujuan utama bagi warga setempat untuk mencari hiburan atau hanya sekedar nongkrong. Itu karena, zaman dulu Majalengka minim tempat nongkrong ataupun hiburan.
“Udah pasti zaman dulu mah tujuan utamanya nongkrong atau nonton di bioskop. Soalnya nggak ada tempat hiburan lagi zaman dulu mah. Apalagi tiap malam Minggu udah pasti ramai dan penuh,” kata Engkus saat berbincang dengan detikJabar, Senin (22/4/2024).
Dulu, kata Engkus, dirinya sering mencari kesempatan agar bisa masuk ke bioskop secara gratis. Ngaku menjadi saudara penonton adalah salah satu jurus yang sering dilakukannya.
“Dulu mah anak-anak biasanya gratis, asal dibawa sama saudaranya yang mau nonton. Ya namanya masih anak-anak, datang ke bioskop bukannya beli tiket buat nonton malah nyari tumpangan ke yang mau nonton biar dibawa ke dalam,” ujar dia.
“Ya nyari orang random aja. Asal mau ngaku saudaranya, atau adiknya biar bisa dibawa masuk ke dalam,” sambungnya.
Selain itu, bioskop juga merupakan tempat paling romantis untuk ngajak ngedate pacar bagi warga setempat. Tidak adanya tempat hiburan lain, membuat bioskop menjadi tempat paling spesial.
“Dulu saat masih pacaran sama si Mamah, tiap malam Minggu udah pasti ke bioskop mainnya. Dulu mah udah paling romantis ngajak nonton di bioskop tuh,” kenangnya.
Adapun film yang paling banyak diminati penonton adalah Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro). Setiap film Warkop DKI ditayangkan, kursi penonton dipastikan selalu penuh.
“Dulu mah film Dono (Warkop DKI) udah pasti full penuh. Pokoknya film Dono mah bisa diputar sampai satu minggu, kalau yang biasa mah paling 3-4 hari,” ucapnya.
Penikmat sejarah sekaligus Ketua Gruop Madjalengka Baheula (Grumala) Nana Rohmana atau yang akrab disapa Naro mengatakan, harga tiket nonton bioskop pada masa itu dibandrol mulai harga Rp100 rupiah hingga Rp1.000 rupiah.
“Dulu paling (mahal) bayar Rp 1.000. Ada yang Rp 250 perak, Rp 500 perak. Kadang ada juga yang Rp100 perak, itu tuh bisa bawa 2 orang, sampai 3 orang. Akhirnya muncul istilah tustai (seratus ngantai),” katanya.
Bangunan-bangunan bioskop itu kini hanya menjadi kenangan bagi warga Majalengka. Sebagian bangunan bekas bioskop ada yang di Majalengka sudah dibongkar, namun ada juga yang masih berdiri.
“Bangunan-bangunannya juga banyak yang sudah dibongkar, tapi kalau bioskop yang masih ada dan saya pernah masuk itu di istana bintang. Itu masih ada layar, kursinya masih ada, salon, tulisan istana bintangnya juga masih ada,” ujarnya.
Naro berharap perbioskopan di Majalengka dihidupkan kembali. Pasalnya minat penonton terlihat sudah semakin banyak. Tak hanya itu, bioskop juga dinilai bakal bisa membantu menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Majalengka.
“Kalau misalnya dihidupkan kembali alangkah kita bayangkan itu bisa ramai lagi. Karena minat nonton warga Majalengka mulai banyak juga. Terus banyak yang menanyakan juga. Jadi sekarang mah pengen nonton bioskop tuh ya udah ke Cirebon,” pungkasnya.
_________________
Artikel ini telah tayang di detikJabar
Simak Video “Fakta-fakta Kesurupan Massal di Pabrik Majalengka“
[Gambas:Video 20detik]
(wkn/wkn)