Banyuwangi –
Di Desa Benelan Kidul, Banyuwangi ada lahan percontohan pertanian padi biofortifikasi. Ahli gizi menyebut beras tinggi zat besi yang dihasilkan dari metode pertanian ini bisa dijadikan solusi atasi masalah stunting.
Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang masih menghadapi masalah stunting. Pada 2023, angkanya mencapai 2.780 balita. Berbagai upaya pun dilakukan demi target menurunkan angka stunting hingga 50 persen pada 2024.
Salah satunya lewat percontohan budi daya padi biofortifikasi di Desa Benelan Kidul. Inisiatif pada lahan 10 hektar ini dilakukan Danone Indonesia bersama Bulog Banyuwangi, perusahaan pertanian inovatif Pandawa Agri Indonesia, dan petani lokal di desa tersebut.
Padi biofortifikasi adalah varietas padi yang sejak bibit sudah mengandung zat besi. Hasilnya, beras dari padi ini memiliki kandungan zat besi 3 kali lipat lebih banyak.
Konsumsinya tentu membantu mencukupi kebutuhan Fe (besi) harian sehingga risiko defisiensi zat gizi mikro ini dalam jangka panjang bisa terhindarkan. Pada akhirnya, angka stunting pun bakal menurun.
Pengenalan padi biofortifikasi yang hasilkan beras tinggi zat besi di Banyuwangi. Foto: detikfood
|
Seperti yang disampaikan Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH selaku Medical & Science Director Danone Indonesia. “Kurangnya zat besi itu masalah besar karena kebanyakan dibuang oleh tubuh termasuk dengan suplementasi yang dijual bebas. Namun ketika masuk dalam format pangan/makanan, termasuk beras, bioavailability-nya menjadi sangat tinggi. Bahkan beberapa studi menyebut lebih dari 80%.”
Dr. Ray menegaskan, “Jadi, idealnya semua zat gizi mikro ditempeli dengan pangan penyumbang zat gizi makro, salah satunya beras. Kalau zat besi itu bisa masuk di beras, saya yakin masalah gizi utama bakal bisa diselesaikan.”
Namun ia mengatakan cara mengonsumsinya jangan sampai diabaikan. “Ada konsep mindful eating, meski pangannya sudah diolah dengan baik, tapi kalau tidak dihabiskan tandanya pola konsumsi kita belum benar.”
Aspek menyajikan makanan supaya enak itu juga penting. “Makanya prinsip gastronomi juga harus tetap jadi bagian dari pola konsumsi orang Indonesia,” kata Dr. Ray.
Turut hadir dalam rangkaian Jelajah Gizi Indonesia 2024, Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku Staf Khusus Badan Gizi Nasional. Ia mendukung penuh solusi pencegahan stunting lewat pertanian padi biofortifikasi ini.
Beras tinggi zat besi yang dihasilkan dapat dikonsumsi oleh ibu hamil dan anak balita sebagai strategi pemenuhan gizi. “Inisiatif ini juga mendukung sistem pangan setempat. Kalau di Banyuwangi, ya menggunakan bahan pangan di sini. Menumbuhkan pertanian secara maksimal,” ujarnya.
Pertanian padi biofortifikasi yang minim pestisida juga dianggap memenuhi prinsip keberlanjutan yang termasuk dalam pilar ketahanan pangan. Dari sisi kesehatan pun bisa menghindari anak stunting. “Pestisida akan berpengaruh pada janin, ibu hamil berisiko melahirkan anak stunting jika terpapar banyak pestisida,” jelas Prof. Ikeu.
Beras tinggi zat besi asal Banyuwangi diberi merek Sun Rice of Java. Foto: detikfood
|
Prof. Ikeu juga menyoroti harga beras dengan merek Sun Rice of Java ini. “Harga berasnya juga masih terjangkau untuk hitung-hitungan per porsi mirip dengan harga beras premium,” ujarnya.
Diketahui Harga Eceran Tertinggi (HET) beras ini adalah Rp 14.900 per 1 kilogram untuk daerah Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Lalu Rp 15.400 untuk daerah Sumatera (non Lampung dan Sumsel), NTT, dan Kalimantan. Sedangkan di Maluku dan Papua, HET-nya Rp 15.800.
Ke depannya pertanian beras kaya zat besi ini diharapkan dapat meluas ke wilayah lain di Indonesia. Saat ini masih terus dalam upaya penyempurnaan di lahan Desa Benelan Kidul, Banyuwangi.
(adr/odi)