
Jakarta –
Di tengah konflik yang masih berkecamuk, Israel mengambil langkah ambisius dengan menyetujui pembangunan bandara internasional baru di selatan negara itu. Bandara hanya sepelemparan batu dari perbatasan Gaza hingga memicu kontroversi, terutama dari kalangan militer.
Melansir Alarabiya News pada Selasa (25/3/2025), mengutip rancangan undang-undang yang menunggu persetujuan di parlemen, bandara tersebut akan dibangun di kota Nevatim, sekitar 65 kilometer, kurang dari satu jam perjalanan dari perbatasan Gaza dan berdekatan dengan pangkalan udara militer di gurun Negev yang menjadi rumah bagi jet tempur F-35.
Bandara baru tersebut, sekitar 132 kilometer dari Tel Aviv, direncanakan dibangun dalam tempo tujuh tahun. Nantinya, bandara tersebut bisa menampung 15 juta penumpang setiap tahunnya.
Proyek itu digadang-gadang untuk membantu mengurangi kemacetan lalu lintas di Bandara Ben Gurion Tel Aviv. Selain itu, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian di wilayah selatan negara itu dengan menciptakan sekitar 50.000 lapangan pekerjaan, khususnya bagi masyarakat Bedouin di sekitarnya.
Menuai Polemik
Namun, militer dan lembaga keamanan Israel menentang proyek tersebut karena kedekatannya dengan pangkalan udara.
Ben Gurion adalah gerbang udara utama Israel dan berkapasitas 40 juta penumpang per tahun. Bandara tersebut hampir mencapai batasnya, menurut komite tersebut, mengutip data yang menunjukkan 80 juta orang diperkirakan akan melewati bandara tersebut pada tahun 2050.
Pada tahun 2019, Israel membuka Bandara Ramon di dekat kota resor Laut Merah Eilat di ujung selatan Israel, di perbatasan dengan Yordania dan Mesir. Sebelum perang dengan Hamas, sejumlah maskapai asing seperti Ryanair mengoperasikan penerbangan dari Eropa ke Ramon.
Saat ini, bandara tersebut sebagian besar digunakan untuk penerbangan domestik. Sebagian besar maskapai internasional telah berhenti terbang ke Israel karena perang di Gaza, tetapi banyak dari mereka kini telah melanjutkan penerbangan.
(fem/fem)