Jakarta –
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyebut pihak Apple belum menyampaikan revisi proposal terkait investasi mereka di Indonesia. 7 Januari lalu perwakilan Apple sudah menemui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan jajarannya untuk negosiasi investasi.
Karena revisi proposal belum dikeluarkan, sebut Febri, Apple belum bisa menerima sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari pemerintah. Menurut Febri sertifikat TKDN menjadi syarat dikeluarkannya Tanda Pengenal Produk (TPP).
Artinya jika TPP belum dikeluarkan maka Apple belum bisa menjual produk terbarunya, iPhone 16 di Indonesia. Sebagai informasi, Apple belum melunasi sebagian dari komitmen investasinya yang sebesar Rp 1,7 triliun.
“Nah, kalau TPP-nya belum ada maka Apple belum bisa impor iPhone 16-nya ke Indonesia. Jadi itu urutan-urutannya, jadi TKDN dulu, kemudian TPP, kemudian baru mereka impor. Jadi artinya kami belum mencabut larangan penjualan iPhone 16-nya. Karena sekali lagi, itu tergantung kepada Apple-nya,” tegas Febri saat dijumpai di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).
Terkait pernyataan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani yang menyebut negosiasi Apple di Indonesia akan selesai dalam satu-dua minggu ke depan, Febri meminta hal itu ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan.
Febri lalu menjelaskan bahwa Apple memilih skema proposal skema tiga untuk periode 2020-2023 dengan melakukan pelatihan dan pendidikan di tiga akademi. Akademi yang dimaksud berlokasi di Batam, Tangerang, dan Surabaya.
Namun, Kemenperin mencatat ada penggunaan dana yang cukup besar yang dialokasikan untuk barang tidak berwujud. Sayangnya Febri belum mau membuka barang apa yang dimaksud.
“Kami sudah dapat beberapa laporan tentang penggunaan uang (realisasi investasi) yang sebesar Rp 1,4 triliun 2020-2023.Nah, kami lihat ada penggunaan untuk biaya intangible. Nah intangible itu lah yang kami permasalahkan, karena intangible itu sepertinya agak membuat pembiayaan itu jadi besar,” ungkapnya.
“Ada pembiayaan tangible Tangible itu misalnya dia beli aset, bangunan, sewa bangunan, sewa tanah. Ketika di Apple Academy itu ada sewa tanah, ada sewa bangunan, beli peralatan, atau beli barang-barang yang kelihatan lah begitu. Nah, tapi ada juga dalam laporan mereka itu ada beli barang-barang yang tidak kelihatan, yang intangible, yang nilainya cukup besar,” beber Febri.
Ia mengaku tak ingin investasi yang digembar-gemborkan sudah mencapai miliaran dolar AS ternyata uangnya tidak benar-benar ada di Indonesia. Ia juga meminta pihak Apple agar mengurangi intangible cost.
(acd/acd)