Jakarta –
Pengendara sepeda motor dari warga sipil yang melakukan pengawalan ambulans menuai pro dan kontra. Di satu sisi, mereka punya niat baik agar ambulans bisa melaju mulus di jalan raya tanpa hambatan, di sisi lain pemotor sipil yang mengawal ambulans dianggap melanggar lalu lintas.
Tak jarang mereka yang mengawal ambulans merasa punya kewenangan seperti petugas polisi. Bahkan, mereka melengkapi motornya dengan strobo dan sirine. Ada juga kejadian kecelakaan yang melibatkan pemotor sipil yang melakukan pengawalan ambulans. Apalagi, pemotor sipil yang melakukan pengawalan terhadap ambulans tidak memiliki bekal pelatihan untuk mengawal.
Polisi menyebut warga sipil yang melakukan pengawalan terhadap ambulans bisa ditilang. Mereka yang mengawal ambulans tanpa memiliki kewenangan pengawalan dianggap melanggar Pasal 287 Ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Warga sipil yang melakukan pengawalan terhadap ambulans bisa ditilang! Hal ini tertuang dalam Pasal 287 Ayat 4 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ,” demikian dikutip akun Instagram resmi TMC Polda Metro Jaya.
Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.
[Gambas:Instagram]
Ambulans merupakan salah satu dari tujuh kendaraan prioritas di jalan raya. Sesuai pasal 134 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, berikut 7 pengguna jalan yang wajib diprioritaskan sesuai urutannya:
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit.
3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia.
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara.
6. Iring-iringan pengantar jenazah.
7. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengamat transportasi dan hukum, AKBP (Purn) Budiyanto, mengatakan pengawal ambulans punya niat bagus dari sisi kemanusiaan. Namun keberadaan relawan pengawal ambulans dianggap menabrak aturan, sebab hak mengatur hingga pengawalan merupakan tugas kepolisian yang sudah dibekali pengetahuan.
“Tugas pengawalan cukup berat karena harus mampu menjamin keamanan dan keselamatan obyek yang dikawal dari titik pemberangkatan sampai tujuan dengan aman dan selamat. Jadi sekali lagi bahwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa yang berhak untuk melakukan pengawalan adalah petugas Kepolisian yang sudah dibekali atau memiliki kemampuan melakukan pengawalan,” kata Budiyanto.
Praktisi keselamatan berkendara yang juga founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menyinggung soal skill pengawalan komunitas relawan ambulans. Menurutnya, seorang pengawal tidak bisa sembarangan, harus ada pelatihan khususnya. Bahkan menurutnya, anggota kepolisian yang telah dibekali pelatihan dan sertifikasi pun ada yang mengalami kecelakaan akibat kelalaian orang lain.
“Jangankan pengawalan, untuk melakukan konvoi saja ada kelompok officer yang telah dipilih dan diberikan pengetahuan melalui sebuah training. Training menjaga jarak, memberikan komunikasi kepada orang lain, memberikan komunikasi kepada internal, apa saja yang harus dilakukan, misalnya hand signal, bahkan sampai situasi-situasi emergency. Apalagi dalam hal pengawalan. Pengawalan ini di polisi atau di instansi militer ditraining. Paspampres ditraining. Ada sertifikasinya. Dan ingat di luar polisi, mereka tidak punya hak melakukan rekayasa lalu lintas,” kata Jusri kepada detikcom.
Simak Video “Heboh Oknum TNI Bentrok dengan Rombongan Pengantar Jenazah di Manado“
[Gambas:Video 20detik]
(rgr/dry)