Sleman –
Kawasan aliran piroklastik di Kelurahan Agromulyo, Sleman diusulkan menjadi geopark nasional. Ada sejarah erupsi Gunung Merapi 2010 di sana.
Pantauan detikJogja di lokasi geosite, kawasan itu berbentuk museum terbuka. Lokasinya berada persis di pinggir jalan.
Di sisi utara, terdapat bekas rumah warga yang tinggal temboknya karena dilalui awan panas. Sementara di sisi selatan jalan, terdapat tumpukan material yang merupakan sisa aliran piroklastik dari erupsi Merapi 2010.
Masyarakat pun bisa mendekat dan melihat secara langsung lapisan piroklastik yang mengubur satu rumah di sana. Namun, untuk menuju ke lokasi itu, warga harus melewati jalan yang kurang mulus sepanjang sekitar 500 meter.
Untuk diketahui, Bakalan berada di jarak sekitar 12 kilometer dari puncak Merapi. Saat erupsi 5 November 2010, aliran awan panas mencapai jarak lebih dari 13 kilometer dan mengubur Dusun Bakalan.
Perencana Ahli Muda Bappeda Sleman, Boby Rozano, mengatakan aliran piroklastik di Bakalan menjadi satu dari tujuh geosite yang diusulkan menjadi geopark tingkat nasional. Sebelumnya, sudah ada situs gunung Gamping yang juga diajukan.
“Untuk pengusulan Geopark Jogja sebagai Geopark Nasional, di Sleman terdapat tujuh geosite,” kata Boby kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).
Boby menjelaskan, keunikan aliran piroklastik Bakalan, dari sisi geologi adalah sebagai bukti terkini dari peristiwa aktivitas Gunung Merapi yang mengalami erupsi dahsyat 2010.
“Dikenal di dunia dengan tipe Letusan Merapi, menghasilkan aliran material piroklastik (wedhus gembel) yang menimbun permukiman di Dusun Bakalan yang berjarak 12 km dari puncak Merapi, sekaligus sebagai tonggak pentingnya upaya pengurangan risiko bencana Gunungapi Merapi,” urainya.
Boby memerinci, tujuh situs warisan geologi di Sleman dari total 15 geosite yang ada di Geopark Jogja, meliputi kompleks perbukitan intrusi Godean, kompleks batuan Merapi tua di Turgo-Plawangan Pakem, aliran piroklastik Bakalan di Kapanewon Cangkringan, Tebing Breksi piroklastik purba Sambirejo, rayapan tanah Nglepen di Kapanewon Prambanan, lava bantal Berbah, dan batugamping eosen di Kapanewon Gamping.
“Alasan pengajuan tujuh geosite untuk menjadi geopark nasional yaitu selain untuk melindungi dan melestarikan situs-situs geoheritage yang memiliki keunikan geologi yang khas. Juga untuk dapat memanfaatkan taman bumi berskala nasional secara berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Geopark Jogja, terutama di Kabupaten Sleman,” ujarnya.
Dia melanjutkan proses pengusulan saat ini berada pada tahap verifikasi oleh Tim Verifikasi Geopark Nasional (TVGN) yang dibentuk oleh Badan Geologi, Kementerian ESDM.
“Kalau menurut jadwal, tim akan melaksanakan pleno di bulan Oktober. Jadi kemungkinannya akhir tahun 2024, atau awal tahun 2025 sudah ada penetapan,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Sleman, Ishadi Zayid mengatakan kawasan museum terbuka Bakalan untuk saat ini masih belum dikelola secara maksimal.
“Nanti kan pengelolaannya bisa aja itu kita kembangkan menjadi sebuah destinasi wisata edukasi kan, karena di museum Bakalan itu juga endapan lava Merapi itu berlapis-lapis,” kata Ishadi.
Ishadi bilang, saat ini pemerintah masih mencari skema pengelolaan, dan penambahan fasilitas.
“Iya, karena jalannya juga kan kalau misalnya menjadi destinasi wisata, akses jalan masuknya kan masih kayak gitu (rusak). Ya lambat laun ini, baru tahun ini kita mulai intens untuk membicarakan bagaimana kemudian skema pengelolaannya museum Bakalan itu,” ucapnya.
****
Artikel ini telah tayang di detikJogja.
(bnl/fem)