Jakarta –
Dalam beberapa tahun terakhir, pemanfaatan kratom sebagai recreational drug semakin populer di seluruh dunia. Tanaman kratom disebut banyak orang sebagai produk psikoaktif aman dan legal, dapat memperbaiki suasana hati, mengurangi rasa sakit, dan memberikan manfaat dalam terapi kecanduan narkoba.
Di sisi lain, penyalahgunaan tanaman ini bisa mengakibatkan kejang, psikosis akut, bahkan hingga kematian. Menurut dr. Hari Nugroho, M.Sc dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience, di dalam kratom terkandung Alkaloid.
“Sama seperti tanaman psikoaktif lainnya, kebanyakan isinya Alkaloid. Di dalam kratom itu, zat aktifnya terutama Mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Ini dua zat aktif yang punya peran besar di dalam kratom yang menghasilkan efeknya,” kata Hari saat live Eureka! Kecubung Bikin Linglung, Senin (22/7).
Tanaman kratom secara tradisional digunakan di Malaysia dan Thailand untuk mengurangi rasa nyeri, relaksasi, mengatasi diare, menurunkan panas, dan mengurangi kadar gula darah.
Sedangkan di Indonesia, secara tradisional tanaman kratom banyak digunakan untuk menambah stamina, mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi, gejala stroke, diabetes, susah tidur, luka, diare, batuk, kolesterol, tipus, dan menambah nafsu makan.
“Jadi, kratom itu kalau dalam dosis yang kecil dia efeknya adalah stimulan. Makanya secara tradisional banyak masyarakat misalnya di daerah Kalimantan, atau di sekitar Malaysia, Thailand yang di daerahnya tumbuh tanaman kratom, digunakan sebagai teh, biar segar biasanya pulang dari ladang,” sebut Hari.
“Namun dalam dosis besar, 15 gram lebih itu akan jadi seperti opioid seperti heroin. Jadi itu yang bisa terjadi di dalam kratom. Problemnya adalah penggunaan secara tradisional dengan penggunaan masa kini itu sangat berbeda,” imbuhnya.
Orang-orang tradisional, lanjut Hari, mengolah kratom dengan merebus beberapa lembar daunnya menjadi teh. Sedangkan dalam pengolahan modern, daun kratom yang diekspor misalnya sudah dalam bentuk yang dikeringkan atau bahkan bubuk sehingga orang bisa salah takaran.
“Mereka gak tau seberapa banyak kandungan kratomnya, bikin-bikin saja yang ternyata melewati dosis. Mereka-mereka yang mengalami efek samping bahkan kematian karena gak sengaja menggunakan dosis yang lethal (mematikan), mereka tidak tahu kadarnya, pada akhirnya bisa kemudian mengalami gangguan bahkan bisa berujung kematian,” ujarnya.
Hari menyebutkan, banyak orang yang akhirnya beralih ke kratom adalah pengkonsumsi narkoba yang ingin sembuh dari kecanduan. Di negara-negara yang mengalami kegagalan sistem untuk bisa memberikan akses terhadap perawatan kecanduan obat, para pecandu mencari alternatif dan mengobati sendiri namun salah dosis sehingga fatal akibatnya.
“Mereka misalnya baca-baca ternyata kratom bisa mengurangi gejala sakau. Mereka coba, beli di internet. Banyak (kratom) yang substandar bahkan palsu, atau mungkin sudah dicampur dengan zat lain, ditambah lagi tidak tahu dosisnya, ini berbahaya dan bisa mematikan,” kata Hari.
(rns/afr)