Jakarta –
Viral belum lama ini sebuah video menunjukkan atlet triatlon yang mengalami muntah-muntah setelah berenang di sungai Seine pada perhelatan Olimpiade Paris 2024. Sebelum perlombaan dilangsungkan, sempat terjadi kontroversi terkait buruknya kondisi Sungai Seine.
Beberapa pihak meragukan apakah Sungai Seine sudah cukup baik untuk digunakan sebagai tempat perlombaan. Masih ada sedikit kekhawatiran terkait hal itu, terlebih Sungai Seine masih akan digunakan dalam beberapa nomor perlombaan lagi.
Dikutip dari Live Science, Paris telah menginvestasikan dana sekitar 1,5 miliar Dollar Amerika (Rp 24,4 triliun) untuk pengolahan air limbah. Mereka membuat sebuah tangki besar di bawah tanah yang bisa menampung sebanyak 20 kolam renang air limbah dari rumah-rumah yang ada di Paris.
Meski tangki ini sudah selesai dibangun pada Mei, ketika hujan turun, jumlah kotoran pembawa bakteri di Sungai Seine masih meningkat. Keberadaan hujan ini disertai dengan peningkatan Escherichia coli, bakteri yang ditemukan dalam kotoran manusia dan hewan.
“Peningkatan kadar E coli diperkirakan terjadi setelah hujan,” kata Sarah Lowry, ahli bidang teknik lingkungan Universitas Stanford.
E Coli merupakan indikator umum adanya kontaminasi tinja, sehingga keberadaannya menyiratkan bahwa patogen umum lainnya yang ditularkan melalui tinja, seperti norovirus hingga salmonella sangat mungkin juga ada di air. Lowry mengatakan, selain kuman dari air limbah manusia, beberapa patogen ini berasal dari kotoran hewan yang hanyut di sungai.
Secara umum, kadar E Coli yang meningkat di air akan mulai turun ketika hujan berhenti. Namun, dibutuhkan waktu agar kadar tersebut bisa turun tergantung dari limpasan di hulu, lahan sekitar, hingga sistem drainase.
Faktor-faktor lain seperti tingkat kekeruhan air juga dapat memengaruhi seberapa cepat kuman tersebut mati.
“Sulit untuk mengatakan tanpa mengetahui secara spesifik lokasi tertentu. Tapi biasanya butuh waktu satu hingga dua hari,” tambah Lowry.
Berdasarkan pedoman keselamatan air European Union’s Bathing Waters Directive, ambang batas yang dianggap cukup aman untuk tingkat E Coli sebanyak 900 CFU per 100 ml (unit pembentuk koloni per 100 mililiter).
Secara umum, berbagai kuman penyebab penyakit yang ditemukan dalam tinja dapat menyebabkan kram perut dan diare, yang dapat menyebabkan dehidrasi. Kuman tersebut juga dapat menyebabkan infeksi telinga, mata, pernapasan, dan luka.
Sebagian besar jenis E coli tidak berbahaya, tetapi beberapa jenis dapat menyebabkan masalah gastrointestinal dan infeksi saluran kemih.
“Kemungkinan orang jatuh sakit setelah berenang di air yang terkontaminasi tinja bervariasi tergantung pada kekebalan tubuh mereka dan tingkat paparan mereka terhadap kuman,” tandasnya.
(avk/kna)