Jakarta –
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendorong mendorong produksi minyak bumi. Salah satunya dengan meningkatkan produksi minyak bumi dari lapangan lepas pantai di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan lapangan lepas pantai yang ada di Kabupaten Buton itu memiliki potensi awal lebih dari 1 miliar barel minyak.
“Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas sudah menyetujui pelaksanaan Joint Study Area Buton kepada Pertamina, Petrochina, dan Petronas. Upaya yang kita lakukan saat ini adalah mempercepat penyelesaian Joint Study, supaya nantinya area tersebut bisa segera dilakukan direct offer dan dikembangkan,” ujar Dadan dalam keterangan tertulis, Senin (22/7/2024).
Kedua melalui peningkatan recovery factor, bermitra dengan perusahaan migas dari China. Dadan mengatakan, setelah kunjungan kerja Menteri ESDM Arifin Tasrif ke China, banyak perusahaan migas China yang kemudian berdatangan untuk upaya peningkatan recovery factor. Perusahaan itu seperti CNPC, CNOOC dan Sinopec.
“Contohnya Sinopec, mereka menurunkan team specialist. Dari 16 area yang ditawarkan Pertamina Hulu Energi (PHE), sudah dipilih lima area, yaitu Rantau, Tanjung, Pamusian, Jirak dan Zulu,” jelasnya.
Dari sisi kebijakan, Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan terbaru yakni dengan menerbitkan Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas. Salah satu yang diatur dari regulasi ini adalah kewajiban Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas untuk segera mengusahakan bagian wilayah kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya.
“Terhadap bagian Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial namun idle, perlu dilakukan upaya, tidak bisa terus didiamkan. Saat ini sedang diinventarisasi dan segera diambil upaya optimalisasi. Setidaknya ada 4 upaya optimalisasi yang nantinya dapat dilakukan,” ungkap Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto.
Kriteria bagian WK Migas potensial yang idle tersebut antara lain terdapat lapangan produksi yang selama 2 tahun berturut-turut tidak diproduksikan, atau terdapat lapangan dengan Plan of Development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut. Selain itu juga apabila terdapat struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut.
Terhadap WK Migas yang idle tersebut, pertama, KKKS diminta segera mengerjakan bagian WK potensial tersebut agar tidak didiamkan. Kedua, KKKS mengerjakan bagian WK potensial yang idle tersebut melalui kerja sama dengan badan usaha lain untuk penerapan teknologi tertentu secara kelaziman bisnis. Ketiga, KKKS mengusulkan bagian WK potensial yang idle tersebut untuk dikelola lebih lanjut oleh KKKS lain sesuai ketentuan peraturan perundangan.
“Dan yang keempat, KKKS melakukan pengembalian Bagian WK potensial yang idle tersebut kepada Menteri ESDM, dengan mempertimbangkan kewajiban pasca operasi, kewajiban pengembalian data hulu migas, dan kewajiban lainnya, untuk selanjutnya ditetapkan dan ditawarkan menjadi WK baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan,” imbuh Ariana.
Adapun keempat upaya-upaya tersebut sesuai evaluasi, rencana dan tata waktu yang direkomendasikan oleh SKK Migas atau Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Saksikan juga Live Eureka: Kecubung Bikin Linglung
(acd/das)