Jakarta –
Para cendekiawan berhasil menguraikan tulisan prasasti berusia 4.000 tahun yang ditemukan lebih dari 100 tahun lalu di wilayah yang sekarang disebut Irak. Prasasti tersebut menjelaskan bagaimana beberapa gerhana Bulan merupakan pertanda kematian, kehancuran, dan wabah penyakit.
“Empat prasasti tanah liat tersebut mewakili contoh tertua dari kumpulan pertanda gerhana Bulan yang pernah ditemukan,” tulis Andrew George, profesor emeritus Babilonia di University of London, dan Junko Taniguchi, seorang peneliti independen, dalam makalah yang diterbitkan di Journal of Cuneiform Studies.
Penulis prasasti tersebut menggunakan waktu malam, pergerakan bayangan, dan tanggal serta durasi gerhana untuk memprediksi pertanda.
Misalnya, jika gerhana menjadi kabur dari pusatnya dan cerah sekaligus, pertanda seorang raja akan mati dan kehancuran Elam, sebuah wilayah di Mesopotamia yang berpusat di wilayah yang sekarang disebut Iran.
Pertanda lain mengatakan bahwa jika gerhana dimulai di selatan dan kemudian cerah, artinya Subartu dan Akkad akan jatuh. Subartu dan Akkad adalah wilayah Mesopotamia pada saat itu. Jika gerhana terjadi di waktu malam, itu diyakini pertanda akan datangnya wabah penyakit.
Para astrolog kuno kemungkinan menggunakan pengalaman masa lalu untuk membantu menentukan pertanda apa yang diramalkan oleh gerhana tersebut.
“Asal-usul beberapa pertanda mungkin terletak pada pengalaman nyata, pengamatan pertanda yang diikuti oleh malapetaka,” kata George dikutip dari Live Science, Rabu (4/9/2024).
Foto: The Trustees of the British Museum
|
Namun, lanjut George, sebagian besar pertanda kemungkinan ditentukan melalui sistem teoritis yang menghubungkan karakteristik gerhana dengan berbagai pertanda.
“Prasasti berupa batu dengan tulisan kuno yang diukir itu kemungkinan berasal dari Sippar, sebuah kota yang berkembang pesat di tempat yang sekarang disebut Irak, kata George.
Saat prasasti itu ditulis, Kekaisaran Babilonia berkembang pesat di beberapa bagian wilayah tersebut. Prasasti tersebut menjadi bagian dari koleksi British Museum antara tahun 1892 dan 1914 tetapi belum sepenuhnya diterjemahkan dan diterbitkan hingga sekarang.
Mencoba meramal masa depan
Di Babilonia dan bagian lain Mesopotamia, terdapat kepercayaan kuat bahwa peristiwa langit dapat meramal masa depan. Orang-orang pada masa itu percaya bahwa peristiwa di langit adalah tanda-tanda terkode yang ditempatkan di sana oleh para dewa sebagai peringatan tentang masa depan orang-orang di Bumi.
“Mereka yang menjadi penasihat raja terus berjaga di langit malam dan akan mencocokkan pengamatan mereka dengan kumpulan teks pertanda langit akademis,” tulis George dan Taniguchi dalam makalah mereka.
Raja-raja di Mesopotamia kuno tidak hanya mengandalkan pertanda gerhana untuk meramal apa yang akan terjadi. Jika ramalannya terkait pertanda tertentu mengancam, misalnya ‘seorang raja akan meninggal,’ maka akan dilakukan upaya lanjutan untuk memastikannya.
“Mereka akan melakukan penyelidikan orakular dengan extispicy, yakni memeriksa isi perut hewan yang menjadi perantara, untuk menentukan apakah raja benar-benar dalam bahaya,” kata George dan Taniguchi.
Jika isi perut hewan itu mengisyaratkan adanya bahaya, orang-orang percaya mereka dapat melakukan ritual tertentu yang dapat membatalkan ramalan buruk itu, sehingga menangkal kekuatan jahat yang ada di baliknya.
“Jadi, meskipun pertandanya buruk, orang-orang tetap percaya bahwa masa depan yang diramalkan itu dapat dihindari,” tulis George dan Taniguchi.
(rns/fay)