Pulau Seram, permata tersembunyi di Kepulauan Maluku, menyuguhkan panorama alam yang begitu memesona. Setidaknya, kalian harus ke sini sekali seumur hidup.
Perjalanan dari Jakarta menuju Ambon menjadi gerbang awal petualangan saya. Sejak menginjakkan kaki di bandara, saya disambut oleh keindahan alam timur Indonesia yang khas.
Birunya laut yang membentang luas, dihiasi pulau-pulau kecil, serta pegunungan yang menjulang tinggi, menciptakan pemandangan yang sangat indah.
Pulau Seram, dengan segala keindahannya, adalah surga bagi para pendatang. Perjalanan dua jam dari Ambon menuju Pulau Seram dengan kapal cepat terasa begitu singkat.
Sejak meninggalkan pelabuhan Hunimua, saya sudah tak sabar untuk segera menginjakkan kaki di pulau yang terkenal akan keindahan alamnya. Hembusan angin laut yang segar membelai wajah, sementara deburan ombak yang ritmis seolah menjadi iringan perjalanan.
Sesekali, saya melihat ikan-ikan berwarna-warni berenang kesana kemari, memberikan gambaran sekilas tentang keindahan bawah laut Pulau Seram yang menanti untuk dijelajahi. Tujuan pertama saya adalah Mata Air Ninivala, sebuah danau dengan keindahan yang tak tertandingi.
Bagi para petualang dan pencinta alam, mengunjungi Ninivala adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Keindahan alam sekitar mata air ini benar-benar membuat saya terpukau. Airnya yang jernih kebiruan dan selalu bergelembung seakan mendidih menjadi daya tarik utama.
Keindahannya yang unik membuat mata air ini sering disebut sebagai “danau surga”. Tersembunyi di kaki Gunung Binaiya, Mata Air Ninivala adalah surga tersembunyi yang memukau. Air jernihnya yang berwarna biru tosca berkilauan di bawah sinar matahari, menciptakan pemandangan yang begitu indah.
Suara gemericik air yang menenangkan berpadu dengan kicauan burung menciptakan harmoni alam yang sempurna. Tidak hanya menawarkan keindahan alam, Mata Air Ninivala juga menjadi tempat yang tepat untuk merenung dan mencari ketenangan batin.
Setelah puas berenang sambil menikmati keindahan Mata Air Ninivala, keesokan harinya saya melanjutkan petualangan ke Pantai Ora. Tersembunyi di antara tebing-tebing curam dan hutan tropis, Pantai Ora menawarkan keindahan alam yang tak tertandingi.
Pasir putihnya yang lembut, air lautnya yang jernih, dan terumbu karang yang berwarna-warni membuat pantai ini sering disebut sebagai Maldives-nya Indonesia. Snorkeling atau diving adalah aktivitas wajib bagi para pecinta bawah laut.
Selain menikmati keindahan alam, pengunjung juga bisa menjelajahi hutan tropis, menikmati hidangan laut segar, atau sekadar bersantai di tepi pantai.
Jauh dari hiruk pikuk kota, Pantai Ora adalah surga bagi mereka yang mencari ketenangan dan keindahan alam dengan keasliannya.
Destinasi berikutnya yang juga masuk dalam list saya adalah Taman Nasional Manusela. Hutan hujan tropis yang masih asri menjadi rumah bagi berbagai satwa endemik, seperti rusa, kakak tua raja, dan kasuari.
Menyusuri hutan belantara, sambil menikmati keindahan alam dan mendengarkan kicauan burung, menjadi pengalaman yang tak terlupakan meskipun untuk bisa mencapai prasasti Manusela penuh dengan tantangan.
Bukan hanya sekedar melihat pepohonan, namun hamparan birunya laut juga bisa dinikmati dari pucuk taman nasional Manusela.
Perjalanan saya ke Pulau Seram tidak lengkap tanpa mengunjungi kampung tua Balakeu dan sekaligus menjadi penutup dari rangkaian liburan. Desa terpencil ini menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat asli Pulau Seram, suku Alifuru.
Perjalanan menuju Balakeu cukup menantang. Jalan setapak yang berbatu dan sungai-sungai kecil yang harus diseberangi menjadi bagian dari petualangan. Sesampainya di Balakeu, saya disambut hangat oleh masyarakat setempat.
Kehidupan mereka yang sederhana dan jauh dari hingar bingar kota besar, membuat saya semakin kagum. Mereka masih mempertahankan tradisi dan budaya leluhur. Masyarakat Balakeu sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan pemburu.
Setiap hari, mereka berangkat ke ladang untuk menggarap kebun. Singkong, ubi, dan pisang menjadi komoditas utama yang mereka tanam. Hasil kebun mereka kemudian dijual ke pasar kecamatan yang berjarak sekitar 12 kilometer.
Perjalanan menuju pasar ditempuh dengan berjalan kaki, melewati jalan setapak yang terjal dan hutan belantara. Selain bertani, masyarakat Balakeu juga masih melakukan kegiatan berburu.
Hutan di sekitar desa menjadi sumber protein bagi mereka. Daging hasil buruan biasanya diolah menjadi berbagai macam makanan tradisional.
Malam itu, kami berbincang hangat dengan Bapak Raja (kepala desa) sambil menikmati hidangan sederhana berupa pisang dan singkong rebus. Mendengar cerita tentang sejarah dan kehidupan masyarakat Balakeu, termasuk perjuangan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, membuat saya semakin menghargai keberagaman budaya Indonesia.
Petualangan saya kali ini menjadi tak terlupakan, bukan hanya karena destinasinya, tetapi juga karena seluruhnya saya tempuh dengan sepeda motor. Berbekal teman yang merupakan penduduk asli Pulau Seram, perjalanan terasa nyaman dan menyenangkan.
Ban sepeda motor pecah, rantai putus, minyak habis sehingga sepeda motor harus kami dorong beberapa kilo meter, menumpang tidur di masjid karena malam terlalu larut untuk melanjutkan perjalanan menyusuri hutan, menjadi cerita yang tidak mungkin bisa dilupakan.
Senang rasanya jika saya terpilih untuk berkesempatan jalan-jalan ke Sumenep! Dengan 31K followers di TikTok dan tergabung dalam komunitas Google Local Guide, saya memiliki kesempatan emas untuk memperkenalkan keindahan alam dan kekayaan budaya Madura hingga ke level dunia.
Saya bisa berbagi pengalaman seru menjelajahi pulau-pulau kecil, menikmati kuliner khas seperti sate madura, dan belajar tentang budaya unik masyarakatnya.
Bisa jadi, pengalaman yang nantinya akan saya bagikan menempatkan Sumenep menjadi destinasi utama liburan para traveler dengan daya tarik keindahan alam, kuliner serta budayanya yang menyatu sempurna.
——
Yuk ikut menjelajah keindahan Sumenep dengan mengirim cerita perjalanan kamu. Klik di sini.