Jakarta –
Pemerintah diminta mempertahankan kebijakan gas murah melalui program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk mendukung daya saing industri, pemasukan pajak, dan menjaga devisa ekspor bagi negara. Saat ini, tujuh sektor industri penerima HGBT adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet.
Ketua Umum APOLIN (Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia) Norman Wibowo menekankan pentingnya kebijakan harga gas murah US$ 6 per MMBTU untuk dapat dipertahankan karena sudah terbukti berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor dan kapasitas produksi oleokimia dalam negeri.
“Harga (oleokimia) lebih kompetitif, yang berdampak kepada volume ekspor maupun penerimaan negara juga meningkat,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3/2024).
Berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 91/2023 tercatat ada 10 perusahaan oleokimia yang mendapatkan fasilitas gas murah dengan total pasokan sebesar 40,84 BBTUD. Ditambahkan Norman, keberlanjutan kebijakan harga gas murah bagi industri akan memberikan nilai tambah kepada negara terutama kontribusinya bagi perekonomian nasional dari aspek kinerja volume dan nilai ekspor di sektor oleokimia.
Sejak dijalankan pada 2020, terjadi kenaikan volume ekspor oleokimia sebanyak 3,87 juta ton pada 2020, lalu 4,19 juta ton pada 2021, dan 4,26 juta ton pada 2022. Seiring kenaikan volume, nilai ekspor oleokimia juga bertambah setiap tahunnya. Pada 2020, nilai ekspor sebesar US$2,63 miliar lalu naik menjadi US$4,41 miliar pada 2021 dan US$5,4 miliar pada 2022.
Norman berharap pemerintah baru tetap konsisten menjalankan kebijakan gas murah untuk 5 sampai 10 tahun mendatang supaya tetap ada peningkatan penerimaan dari aspek lain seperti devisa ekspor, PPh Badan, hingga realisasi investasi yang membuka penyerapan lapangan tenaga kerja baru.
Dari segi realisasi pajak dan investasi, data APOLIN menunjukkan adanya pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir. Realisasi pajak dari sektor oleokimia sebesar Rp 1,25 triliun pada 2020 lalu naik menjadi Rp2,2 triliun pada 2021 dan Rp2,9 triliun pada 2022. Begitu pula realisasi investasi sebesar Rp 1,34 triliun pada 2020 lalu tumbuh menjadi Rp1,76 triliun pada 2021 dan Rp 2,3 triliun pada 2022.
Adapun kebijakan gas murah ini juga memberikan 6 multiplier effect kepada daerah antara lain PDB regional daerah operasi industri, pajak/retribusi daerah tersebut, pembangunan infrastruktur, laju penurunan angka kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan pembangunan sarana sosial (rumah ibadah dan puskesmas).
“Kami ingin kebijakan HGBT tetap berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Apabila harga gas murah dihentikan, maka industri oleokimia di Indonesia bisa tidak kompetitif di pasar global,” kata Norman.
Upaya mempertahankan kebijakan gas murah sedang diupayakan Kementerian Perindustrian RI melalui proses pembahasan bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Dirjen ILMATE Kemenperin) Taufiek Bawazier menjelaskan bahwa rapat teknis pertemuan dengan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dan Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif pada Jumat lalu, 22 Maret 2024.
Dalam pertemuan ini Taufik Bawazier yang mewakili Agus Gumiwang, Menteri Perindustrian RI, menyampaikan pesan Menperin Agus mengenai hitung-hitungan teknokratis benefit HGBT dan multiplier effect untuk tujuh sektor industri. “Kami juga meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas,” jelas Taufiek sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Perindustrian RI.
Dalam penjelasan singkat kepada kedua menteri, Taufiek melaporkan total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp51,04 Triliun. Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp157,20 Triliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat. “Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” tegas Taufiek.
Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 Triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.
Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp27,81 Triliun. Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi. Sehingga logikanya, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat.
(fdl/ara)