Jakarta –
CrowdStrike memberikan voucher Uber Eats senilai USD 10 atau sekitar Rp 162 ribu sebagai permintaan maaf kepada mitranya usai membuat jutaan perangkat Windows tumbang massal karena update bermasalah.
TechCrunch melaporkan sejumlah mitra dan rekanan CrowdStrike menerima email yang berisi permintaan maaf dan gift card Uber Eats untuk meringankan pekerjaan tambahan yang disebabkan oleh insiden pada 19 Juli 2024 kemarin.
“Kami menyadari adanya pekerjaan tambahan yang disebabkan oleh insiden 19 Juli. Dan karena itu, kami mengirimkan ucapan terima kasih dan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini,” kata CrowdStrike dalam email tersebut, seperti dikutip dari TechCrunch, Kamis (25/72/2024).
“Sebagai bentuk terima kasih dari kami, secangkir kopi atau cemilan tengah malam Anda akan kami bayari!” sambungnya.
Email itu dikirimkan dari alamat email CrowdStrike atas nama Daniel Bernard, Chief Business Officer perusahaan keamanan siber tersebut. CrowdStrike juga mengirimkan voucher Uber Eats untuk mitra di Inggris senilai 7,75 Poundsterling.
Namun, beberapa orang yang menerima email tersebut mengaku tidak bisa menukarkan voucher yang ditawarkan. Saat menukar voucher di website Uber Eats, mereka disambut pesan error yang mengatakan voucher itu sudah dibatalkan dan tidak valid.
Juru bicara CrowdStrike Kevin Benacci mengatakan pihaknya memang mengirimkan voucher tersebut untuk rekan dan mitranya yang membantu pelanggan mengatasi masalah ini. Voucher yang diberikan sempat tidak bisa digunakan karena volume penggunaan yang tinggi sehingga ditandai sebagai penipuan oleh Uber.
Perlu ditekankan bahwa voucher ini hanya diberikan untuk mitra CrowdStrike, bukan konsumen atau klien yang terdampak langsung. Saat ini CrowdStrike belum menjelaskan ganti rugi kepada konsumen, namun sejumlah pakar memperkirakan akan ada tuntutan ganti rugi hingga gugatan hukum.
Update bermasalah yang dirilis CrowdStrike membuat 8,5 juta perangkat Windows di sejumlah dunia mengalami boot loop dan menampilkan blue screen of death (BSOD). Gangguan ini mengakibatkan layanan penting seperti penerbangan, penyiaran, kesehatan, dan lain-lain tumbang dan sampai sekarang ada yang masih dalam proses pemulihan.
Insiden ini disebut sebagai gangguan IT terbesar di dunia. Menurut analisis dari Parametrix, gangguan ini mengakibatkan kerugian pendapatan dan laba kotor perusahaan Fortune 500 hingga USD 5,4 miliar.
(vmp/fay)