Jakarta –
Pengamatan paling detail kita terhadap danau aneh di bulan Saturnus, Titan, telah mengungkap bentang laut yang beragam, mirip dengan kombinasi sungai air tawar dan lautan asin di Bumi.
Namun tidak seperti lautan air Bumi, danau Titan terdiri dari metana dan etana, yang berwujud cair pada suhu permukaan rata-rata planet sekitar -179°C.
Pengukuran radar dari wahana antariksa Cassini milik NASA, yang mengorbit Saturnus antara tahun 2004 dan 2017, menunjukkan adanya perbedaan dalam sifat-sifat danau tersebut, seperti komposisi dan gelombang di permukaannya. Namun, tidak ada cukup informasi dalam sinyal tersebut untuk membedakannya.
Kini, Valerio Poggiali di Cornell University, New York, Amerika Serikat dan rekan-rekannya telah memetakan komposisi dan permukaan laut Titan menggunakan teknik radar yang berbeda, yang mengungkap peningkatan jumlah etana saat menyusuri planet tersebut dari kutub utara.
“Semakin ke utara, semakin bersih dan murni lautnya. Laut tersebut lebih didominasi metana,” kata Poggiali dikutip dari New Scientist.
Pengukuran radar sebelumnya dilakukan menggunakan sinyal yang dipancarkan dan diterima di lokasi yang sama, pada wahana Cassini. Ini berarti gelombang radio yang dipantulkan terpolarisasi, atau terpelintir, dalam satu arah.
Studi baru ini menganalisis sinyal dari radar Cassini yang telah dipantulkan dari permukaan danau dan kemudian diterima menggunakan antena radio di Bumi yang dioperasikan oleh NASA, yang disebut Deep Space Network.
Sudut pantulan sinyal yang lebih dangkal berarti bahwa sinyal tersebut mencakup dua jenis gelombang terpolarisasi, yang memberikan Poggiali dan rekan-rekannya lebih banyak informasi tentang sifat-sifat danau.
Mereka menemukan bahwa banyak sungai dan muara yang menjadi sumber air danau memiliki permukaan kasar, yang mungkin disebabkan oleh gelombang yang diterpa angin. Menurut Poggiali, ini mungkin merupakan tanda pasang surut atau arus aktif yang masuk ke danau.
“Aktivitas di permukaan laut sangat penting jika Anda ingin merencanakan misi mendatang, seperti kapal selam Titan, tetapi juga untuk dapat lebih memahami lingkungan Titan dalam hal angin dan karakteristik atmosfernya,” ujarnya.
Ingo Mueller-Wodarg dari Imperial College London menyebutkan, tim peneliti menemukan bahwa sungai-sungai tersebut memiliki komposisi metana yang lebih tinggi sebelum mengaliri danau-danau. Hal ini dapat membantu kita melacak siklus metana dan etana di Titan.
“Ketika sebuah sungai memasuki lautan besar yang asin di Bumi, maka Anda akan melihat bahwa di dekat tempat masuknya sungai, kadar garam airnya lebih rendah. Hal yang sama terjadi di sini, hanya saja bukan tentang kandungan garam, tetapi proporsi relatif metana dan etana,” tutupnya.
(rns/rns)