Jakarta –
Revisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan menandai era baru dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Produsen AMDK kini diwajibkan mencantumkan label peringatan bahaya Bisfenol A (BPA) pada semua galon polikarbonat, jenis galon air minum bermerek yang paling banyak beredar di pasar.
Kebijakan pelabelan tersebut, resmi disahkan per 1 April 2024, bertujuan melindungi masyarakat dari potensi bahaya BPA dalam jangka panjang.
Langkah ini disambut baik oleh ahli farmakologi dari Universitas Airlangga, Profesor Junaidi Khotib. Menurutnya, pelabelan BPA pada galon bermerek merupakan langkah signifikan dalam melindungi kesehatan masyarakat.
“Dengan adanya regulasi ini, masyarakat bisa lebih teredukasi dan dapat memilih produk yang menjamin kesehatan serta mencegah potensi penyakit yang berhubungan dengan endokrin,” ujar dia, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/7/2024).
Junaidi menyorot bahwa BPA, senyawa kimia sintesis yang dikenal sebagai pengganggu endokrin telah lama menjadi perhatian dalam dunia kesehatan.
“Senyawa ini dapat menyerupai hormon dalam tubuh dan dapat membentuk ikatan pada reseptor hormon, yang dapat mengganggu fungsi fisiologis dan menyebabkan perubahan patofisiologis,” ujar Junaidi.
“Pada penelitian laboratorium, paparan BPA pada hewan coba menunjukkan gangguan perilaku seperti kemampuan motorik, aktivitas gerak, keseimbangan, dan daya ingat. Sementara studi epidemiologi menemukan bahwa kadar BPA dalam darah atau urin anak-anak berkorelasi dengan gangguan perilaku, kecemasan, dan depresi,” imbuh Junaidi
Junaidi menjelaskan bahwa BPA digunakan dalam polimer plastik, termasuk galon air minum untuk mempertahankan bentuk plastik dan menjaga agar tidak mudah rusak.
“Namun, risikonya adalah BPA dapat terlepas ke dalam makanan atau air minum, tergantung pada tingkat keasaman, suhu penyimpanan dan paparan sinar matahari,” kata Junaidi.
Hasil pemeriksaan BPOM yang dipaparkan Junaidi menunjukkan bahwa jumlah BPA yang bermigrasi dari polimer polikarbonat meningkat seiring dengan penggunaan kemasan isi ulang.
“Dari data tiga kali pemeriksaan pada fasilitas produksi selama 2021-2022, kadar BPA yang bermigrasi pada air minum melebihi ambang batas aman 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut-turut 3,13%, 3,45%, dan 4,58%,” ungkapnya.
Penelitian di China juga menunjukkan hubungan antara paparan BPA dengan peningkatan risiko attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) pada remaja.
“Konsentrasi BPA dalam urin anak-anak dengan ADHD secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, terutama pada anak laki-laki,” kata Junaidi.
Peraturan baru BPOM terkait label pangan olahan mencakup penambahan dua pasal yang mengatur kewajiban pelabelan BPA dan cara penyimpanan air minum dalam kemasan. Pasal 61A menyatakan bahwa “air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label.”
Menanggapi aturan ini, produsen galon air minum diberi waktu tenggang empat tahun untuk menyesuaikan diri.
Meski begitu, Junaidi berpandangan bahwa kebijakan pelabelan BPA dapat memicu kesadaran publik tentang bahaya BPA dan membantu masyarakat untuk bijak dan cermat sebelum memutuskan mengkonsumsi galon air minum bermerek.
(ncm/ega)