Jakarta –
Gunungkidul merupakan wilayah yang terkenal dengan keindahan alamnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu fenomena yang mencuri perhatian yaitu kebiasaan masyarakat yang menyelimuti makam-makam dengan kain putih.
Mungkin orang yang datang dari luar Gunungkidul belum mengetahui mengapa makam makam tersebut ditutupi kain putih. Lantas, apa alasannya?
Alasan Makam-makam Gunungkidul Diselimuti Kain Putih
Jika sedang berjalan-jalan ke daerah Gunungkidul, traveler mungkin akan menemukan sejumlah makam yang penutup kain putih. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan.
1. Tradisi Warga Setempat
Salah satu kawasan yang banyak memiliki makam berselimut kain putih adalah di Kecamatan Paliyan. Kain putih menyelimuti seluruh bagian nisan mayoritas makam.
Menurut wawancara detikJogja sebelumnya, pemakaian kain putih untuk menutupi makam merupakan tradisi warga setempat. Salah seorang warga Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Watinah mengatakan bahwa selimut putih di makam biasanya diganti ketika bulan Ruwah.
“Kalau tradisi sini harus pakai kain putih, termasuk udah adatnya begitu. Orang Jawa, maklum, harus pakai begitu-begitu. Apalagi kalau bulan Ruwah itu pada nyekar, itu harus ganti selimut putih itu. Putihan orang bilang, harus warna putih, selain itu nggak dipakai,” ucapnya.
Meski begitu, tidak semua warga menganut kepercayaan tersebut. Warga yang berbeda keyakinan tidak memasang kain putih di makam. Hal itu pun tidak menjadi masalah.
2. Sudah Dilakukan Sejak Nenek Moyang
Menurut warga lainnya, Ani, tradisi menyelimuti makam dengan kain putih sudah dilakukan sejak dahulu kala. Sehingga menjadi kebiasaan yang turun temurun.
“Sudah dari dulu, sejak nenek moyang. Jadi ini turun-temurun. Warga Gunungkidul masih gini, diselimuti putih-putih,” kata Ani.
Ada keyakinan warga setempat yang dipercayai jika makam tidak diselimuti kain. Sosoknya akan datang ke mimpi keluarga yang ditinggalkan.
“Kalau nggak dikasih selimut, katanya bakal ke bawa mimpi. Jadi kayak ingetin keluarga buat dikasih kain,” ucap Ani.
Budaya Jawa sendiri memang masih kental dengan memberikan penghormatan kepada orang yang sudah meninggal. Menurut Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, S.S., M.M., penghormatan tersebut mencerminkan keyakinan antara dunia orang yang hidup dan dunia roh. Hal ini dilakukan agar terjadi keseimbangan dan keharmonian.
“Leluhur atau nenek moyang memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Orang Jawa menghormati dan memuja leluhur mereka sebagai penjaga keluarga dan penjaga tradisi. Mereka percaya bahwa leluhur memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka dan dapat memberikan nasihat serta perlindungan,” ujar Riswinarno
3. Bentuk Penghormatan kepada Orang yang Sudah Meninggal
Menurut Riswono, pemakaian kain putih di pemakaman Gunungkidul merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada keluarga yang sudah meninggal. Hal ini diyakini bisa memperkuat ikatan dengan arwah dan melestarikan tradisi.
“Pemakaian kain putih untuk membungkus nisan/kijing makam, sebagai wujud dari adanya upaya menghormati, mensucikan, meninggikan si tokoh yang dimakamkan tadi. Mengapa kain putih? Karena dianggap sebagai simbol kebersihan, kesucian, kesederhanaan,” tuturnya.
4. Bentuk Kearifan Lokal
Di sisi lain, menutupi makam dengan kain putih juga diyakini merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat setempat. Praktik ini juga dilakukan di makam-makam ulama atau tokoh-tokoh Islam.
“Kayaknya local wisdom dari masyarakat setempat. Yang jelas kalau perspektif Islam, tidak ada anjuran atau keharusan memberi kain putih di atas makam. Selama ini yang saya tahu, biasanya makam-makam ulama atau publik figur yang disepuhkan diberi penutup, dan biasanya terpisah dengan makam warga lainnya,” ujar Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Willi Ashadi S.H.I., M.A.
Itulah beberapa alasan mengapa makam-makam di gunungkidul diselimuti dengan kain putih. Semoga informasi ini menambah wawasanmu.
(elk/row)