Jakarta –
Bhabinkamtibmas Desa Bajo Pulau, Polsek Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Aipda Nukrah (44), berupaya untuk memberantas buta huruf pada anak-anak di wilayah binaannya Dusun Pasir Putih. Nukrah menggandeng komunitas literasi untuk mengajarkan anak-anak agar bisa baca tulis.
Atas aksinya itu, Aipda Nukrah diusulkan untuk Hoegeng Awards 2024 melalui formulir digital. Dia diusulkan oleh warga Bima, Burhanuddin dan Rudiansyah. Dalam usulan itu, Aipda Nukrah dideskripsikan memiliki dedikasi yang tinggi untuk warganya, terutama memberantas buta huruf.
detikcom kemudian menghubungi pengusul untuk mendapatkan cerita lebih utuh. Pengusul Rudiansyah mengatakan pengabdian Aipda Nukrah di Bajo Pulau sangat dirasakan oleh warga.
“Kalau di Bajo Pulau ini ya memang pengabdian luar biasa, ketika dengan persoalan besar dan persoalan kecil beliau hadir,” kata Rudiansyah kepada detikcom.
Rudiansyah merupakan sekretaris Desa Bajo Pulau yang bermitra dengan Bhabinkamtibmas Aipda Nukrah. Dia kemudian menjelaskan program Aipda Nukrah untuk memberantas buta huruf, terutama di Dusun Pasir Putih.
“Kemarin kan beliau ikut serta juga pembagian buku ke anak sekolah itu yang di Pasir Putih kerja sama dengan kelompok baca Al Ayyubi, itu program beliau,” sebut dia.
Aipda Nukrah memberantas buta huruf anak-anak di Sape, NTB (Foto: dok. Istimewa)
|
Program itu menyasar anak-anak yang belum bisa baca tulis. Aipda Nukrah akan datang ke lokasi bersama komunitas baca untuk mengajarkan anak-anak.
“Mereka mendampingi karena kerja sama dengan organisasi baca,” katanya.
Rudiansyah mengatakan Desa Bajo Pulau terdiri dari 3 dusun, 3 RW dengan 9 RT. Salah satu dusun yaitu Pasir Putih berada di pulau yang berbeda dengan dusun dan RW lainnya.
“Kalau dari desanya pulau terluar, karena kan kita nyeberang lagi dari Pelabuhan Sape ini, kurang lebih 15 menit lah. Dari tempat Bajo Pulau ini ke Bima aja kurang lebih 2 jam, terus dari Kota Bima ke ibu kota provinsi di Lombok jauh 12 jam,” katanya.
Bagi Rudiansyah, Aipda Nukrah adalah sosok yang ramah. Menurutnya Aipda Nukrah memiliki cara tersendiri untuk dekat dengan masyarakat.
“Memang beliau ini terkenal ramah, terus pembawaannya tenang kepada masyarakat, dan orangnya juga vokal makanya apapun yang dijelaskan itu cepat tangkap masyarakat itu, pendekatannya sangat kuat,” katanya.
detikcom juga menghubungi pengusul lainnya Burhanuddin. Burhanuddin membenarkan bahwa Aipda Nukrah menggandeng komunitas baca untuk memberantas buta huruf di Pasir Putih.
Menurutnya, Aipda Nukrah melayani masyarakat dengan sepenuh hati walaupun harus menyeberang pulau. Dusun Pasir Putih, kata dia, juga jauh dari keramaian.
“Yang bersangkutan itu sudah sekian lama ditugaskan di sana yang jauh dari keramaian kan, transportasi segala macam di daerah kepulauan. Dia melayani masyarakat pedalaman di kepulauan di Bajo Pulau itu,” kata Burhanuddin.
Nukrah sendiri berdomisili di Desa Bugis, Kecamatan Sape. Setiap dinas di wilayah binaannya itu, Nukrah menyeberang pulau sekitar 30 menit ke Bajo Pulau, lalu dari Bajo Pulau ke Pasir Putih menyeberang lagi sekitar 15 menit.
Cerita Aipda Nukrah Berantas Buta Huruf di Pasir Putih
Aipda Nukrah menjadi Bhabinkamtibmas di Desa Baju Pulau sejak tahun 2020. Ketika melakukan peninjauan ke desa binaannya, Nukrah menemukan banyak anak di wilayah itu tidak bisa baca tulis.
“Saya lihat pertama saya masuk itu hampir anak-anak di sana itu baca tulis tidak bisa dia, hampir semua per dusun itu dia sekolah sekedar bisa bahasa Indonesia sudah cukup,” kata Nukrah.
Aipda Nukrah kemudian berupaya untuk mengatasi masalah itu. Dia lantas menggandeng rumah baca Salahuddin Al Ayyubi. Nukrah menyebut program ini sudah berjalan hampir 3 tahun.
“Saya kenal Pak Salahuddin, makanya saya minta tolong akhirnya beliau mau. Kita coba beberapa kali awal-awalnya agak sulit memang. Agak susah karena di sana anak-anak umur kelas 2-3 SD itu sudah dibawa ke laut, karena mengubah mindset-nya warga itu yang setengah mati,” kata Nukrah.
Aipda Nukrah memberantas buta huruf anak-anak di Sape, NTB (Foto: dok. Istimewa)
|
Nukrah menyebut Pasir Putih adalah salah satu wilayah yang tertinggal. Dusun Pasir Putih berada di pulau yang berbeda dengan pusat pemerintahan Desa Bajo Pulau.
“Terpisah sendiri di ujung Bajo Pulau itu Pasir Putih namanya, itu yang masih tertinggal betul. Harus nyeberang, nggak terlalu lama, cuma jaraknya agak sulit karena cuaca kan berhadapan laut lepas Pasir Putih itu,” katanya.
Nukrah mengungkap tantangannya dalam memberantas buta hurufini adalah pendekatan ke orang tua anak. Sebab, kata dia, para orang tua belum paham tentang pentingnya pendidikan.
“Karena mindset-nya mereka, cara hidupnya mereka yang penting hari ini dapat uang besok cari lagi, gitu-gitu aja. Nggak pernah berpikir anak saya ini harus sekolah tinggi, sekolah keluar cari pengalaman, nggak ada berpikir seperti itu,” ungkapnya.
Nukrah menyebut para orang tua di Pasir Putih itu menyuruh anaknya ikut mencari ikan daripada belajar. Butuh pendekatan untuk mengubah pola pikir masyarakat itu.
“SD kelas 3 sudah di perahu mereka. Akhirnya kita dekati, coba kasih tahu perlahan-lahan kan, ini harta yang paling berharga ini anaknya bukan perahu ini, perahu ini satu kali tenggelam habis bapak, saya bilang begitu,” katanya.
“Karena saya bilang kenapa harga jual hasil nelayan bapak-bapak ini segitu aja karena tidak ada sumber saya manusia, ndak punya jaringan yang baik, sehingga ditipu aja. Bayangkan di mereka Rp 19 ribu sekilo, di Bugis sudah dijual Rp 40-50 ribu ikannya. Kenapa bapak kalah saya bilang karena sumber daya manusia nggak ada. Akhirnya mulai pahamlah dikit-dikit saya lihat, tapi memang butuh waktu mengubah,” sebut dia.
Nukrah menambahkan pada mulanya anak-anak kurang begitu tertarik dengan program yang digagasnya. Kemudian dia mengajak anak untuk belajar baca tulis di pinggir pantai hingga diberikan hadiah.
“Kita sama Pak Salahuddin coba beli hadiah-hadiah kecil itu untuk menarik perhatian, diajak main ke pantai, kita aja main itu baru agak tertarik dia. Kalau formal di sekolahnya kita datangi agak sulit dia,” katanya.
Program ini biasanya dijalankan oleh Nukrah bersama komunitas baca pada Sabtu dan Minggu. Dia kadang memberikan anak-anak buku bacaan hingga alat-alat tulis.
“Kadang patungan juga, kalau buku kadang Pak Salahuddin yang cari, nanti kalau untuk hadiah yang kecil untuk daya tarik anak-anak itu saya yang beli. Saya belikan buku, bolpoin, tas, apalah yang bisa membuat daya tarik mereka,” tutur dia.
Nukrah menambahkan di Pasir Putih itu hanya ada Sekolah Dasar (SD). Namun, kata dia, kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya masih rendah, hal itu membuat anak tak pandai baca tulis.
“Cuma kan kesadaran orang tuanya itu yang agak sulit, kadang mereka cari ikan itu manual, pakai kompresor, dibawalah anaknya kelas 3 SD itu untuk pegang selang itu. Orang tuanya yang masih kurang paham dengan pendidikan anak-anak, jadi pendidikan dianggap ndak terlalu penting bagi mereka, yang penting bisa cari uang, sudah, gitu aja,” kata dia.
Selain mengajarkan anak-anak baca tulis pada Sabtu-Minggu, Nukrah juga mengimbau para orang tua agar menyekolahkan anaknya. Menurutnya, saat ini para anak-anak sudah bisa baca tulis dan melanjutkan sekolah.
“Tapi ya butuh waktu, tapi sudah lumayan sudah ada perubahan, sudah mau menyekolahkan anaknya, kadang-kadang yang hadir itu berapa ya 5 orang, 10 orang, kita coba aja terus,” katanya.
(lir/hri)