
Jakarta –
Pemangkasan anggaran pemerintah yang kini tengah diberlakukan memberikan dampak signifikan bagi sektor perhotelan di Jakarta, terutama bagi hotel-hotel besar yang biasanya melayani acara MICE (meetings, incentives, conventions, and exhibitions). Meskipun sebagian besar hotel merugi akibat kebijakan ini, ada juga yang tetap bisa bertahan, seperti Artotel Casa Kuningan, yang tidak terlalu bergantung pada pasar pemerintah.
Menurut data, beberapa hotel mengalami penurunan pendapatan sebesar 20 hingga 40%, dengan hotel yang memiliki ballroom atau ruang besar menjadi yang paling terdampak. Rata-rata hotel yang terdampak adalah hotel yang cukup besar atau hotel-hotel yang memiliki ballroom atau ruangan besar yang kerap digunakan untuk MICE (meetings, incentives, conventions and exhibitions).
General Manager Artotel Casa Kuningan, Hassanudin, menjelaskan keprihatinannya terkait banyak hotel di Indonesia yang merugi akibat adanya pemangkasan anggaran. Namun hotel yang dikelolanya tidak terdampak secara signifikan atas kebijakan itu karena selama ini tidak mengandalkan kegiatan MICE.
“Jadi gini, kalau kita ngomongin efisiensi anggaran pemerintah ya sangat-sangat prihatin karena kita terutama di jasa perhotelan pasti akan berdampak. Anyhow, kebetulan kami di Casa Kuningan ini salah satu hotel butik yang kurang lebih tidak memiliki ballroom, ruang meeting yang banyak sehingga tidak terlalu banyak berdampak,” kata Hassanudin kepada detikTravel, Kamis (20/2/2025).
“Kalau untuk masalah tingkat hunian karena market kami bukan diorientasi ke government market, jadi so far sih belum terlalu berdampak 100 persen. Tapi kalau untuk ada efeknya, pasti berkurang banget dari perjalanan-perjalanan dinas dari luar kota, luar provinsi yang masuk ke Jakarta yang mengisi hunian-hunian kami,” dia menambahkan.
General Manager Artotel Casa Kuningan, Hassanudin. (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)
|
Hassanudin telah menyiapkan antisipasi. Salah satunya memberikan harga-harga yang menarik dan bekerja sama dengan pihak lain agar dampak pemangkasan anggaran itu tidak begitu mempengaruhi hotel tersebut.
“Jadi kami tidak akan terlena dan tidak mau terlena dengan keadaan yang ada dan kami selalu berusaha untuk memberikan, baik itu pelayan terbaik dan memberikan sebuah ruang untuk market-market lain untuk bisa masuk ke tempat kami. Sehingga tidak berdampak banyak ke market kami,” kata dia.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Jakarta, Sutrisno Iwantono, sempat mengatakan hotel-hotel di Jakarta cukup bergantung dengan mobilitas pemerintah, selama pusat pemerintahan masih berada di Kota Jakarta.
Untuk meresponsnya, PHRI akan mencoba untuk berdialog dengan pemerintah agar situasi ini bisa dicari jalan tengahnya.
“Kita akan coba menegosiasikan dengan pemerintah supaya anggaran yang terkait dengan kegiatan di hotel jangan terlalu di potong banyak. Juga yang dihemat itu kan akan digunakan pemerintah untuk pembelanjaan sektor lain,” kata Sutrisno.
“Saya berharap nantinya digunakan juga untuk mendongkrak okupansi hotel, misalnya dengan promosi wisata dalam negeri dan luar negeri itu digalakkan. Sehingga penurunan okupansi yang berasal dari anggaran pemerintah itu bisa disubsidi, bisa diisi karena traffic yang berasal dari wisatawan itu meningkat,” dia menambahkan.
(upd/fem)