![](https://i3.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2024/07/03/suasana-atrium-di-solo-paragon-mal-di-mana-acara-festival-kuliner-nonhalal-masih-di-nonaktifkan-pada-rabu-372024_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Solo –
Acara festival nonhalal di Solo tetap digelar meski ada penolakan dari organisasi masyarakat (ormas).
Festival kuliner Cap Gomeh yang menghadirkan kuliner nonhalal tetap diselenggarakan di Solo Paragon Mal meski mendapat penolakan dari beberapa ormas. Selain makanan nonhalal, festival kuliner Cap Gomeh itu juga menghadirkan makanan halal.
Public Relation Solo Paragon Mall, Veronica Lahji, mengatakan bahwa lokasi kuliner halal dan nonhalal akan dipisah. Untuk kuliner halal berada di atrium Solo Paragon Mall, sedangkan nonhalal berada di Loby 2 parkir.
“Festival dari 12-16 Februari 2025, khusus nonhalal kita mulai 13-16 Februari. Yang halal di atrium, nonhalal lobi 2 parkir Paragon,” katanya dihubungi awak media, Rabu (12/2/2025).
Sehingga, kata dia, gelaran kuliner tersebut akan dipisah lokasi dan tidak di satu ruangan.
“Sudah terpisah (tempatnya),” ucapnya.
Lebih lanjut, Vero mengatakan untuk tempat yang jualan ada 45 tenant. Di mana 26 meliputi tempat halal dan 19 nonhalal.
“Peserta dari seluruh Indonesia, ada dari Bali, ada seblak mang Rafael itu nanti Rafael datang juga. Di antaranya banyak, tenant ada yang dari solo 3 atau 4 lainnya daerah terkenal di tiap kota,” tuturnya.
Vero berharap dengan adanya festival kuliner Cap Gomeh ini bisa diterima oleh masyarakat semua. Apalagi, di Solo ini banyak pencinta yang makanan halal dan nonhalal.
“Di solo heterogen ya ada yang pecinta nonhalal dan halal kita akomodir, salah satu membawa produk tersebut di satu area dan waktu yang sama harapannya diterima masyarakat dan jangan dipermasalahkan,” terangnya.
Festival Akan Dibackup Wali Kota Solo
Sementara itu, Wali Kota Solo, Teguh Prakosa mengatakan festival kuliner Cap Gomeh tetap diselenggarakan. Pihaknya mengaku akan membackup langsung festival tersebut.
“Karena pak kapolres tetap jalan backup, kami tetap backup dalam artian kami bukan lawan agama kita masyarakat yang majemuk, ya kan,” ucapnya.
Dia mengatakan, awalnya memang gelaran festival halal dan nonhalal akan digelar di satu lokasi. Di mana untuk pintu makanan halal dari arah utara, sedangkan nonhalal dari arah selatan.
“Ini kan dikasih, bukan sekat tapi partisi, tertutup. Dan pintunya di selatan bukan di pintu masuk. Pintu masuk di utara itu langsung kuliner halal, terbuka,” pungkasnya.
Festival Nonhalal Ditolak Ormas
Sebelumnya diberitakan, Gelaran festival kuliner nonhalal di Kota Solo kembali mendapat penolakan dari ormas Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS). Rencananya, festival kuliner dalam menyambut perayaan Imlek itu menyajikan kuliner halal dan nonhalal di Solo Paragon Mal.
Dari publikasi di media sosial, festival kuliner Cap Gomeh itu digelar pada 12-16 Februari 2025. Penolakan kuliner non halal sempat terjadi di tempat yang sama pada 2024 lalu.
Humas LUIS, Endro Sudarsono, mengatakan pihaknya sudah sempat bertemu dengan perwakilan Pemerintah Kota Solo, yakni Satpol PP mengenai penolakan tersebut.
“Terkait penolakan Festival Kuliner nonhalal di Solo, LUIS lakukan koordinasi dengan Satpol PP dan Polresta Surakarta. Dalam agama Islam ada ajaran yang sifatnya perintah dan larangan, ada halal dan haram,” katanya, Rabu (12/2).
Lebih lanjut, dirinya menyebut bahwa mengenai yang haram itu mencakup banyak hal. Baik itu dari makanan maupun perbuatan.
“Yang termasuk kategori haram adalah zina, pernikahan sejenis minuman keras, makan babi, maupun narkoba. Yang haram diperintahkan untuk ditinggalkan. Untuk itu ketika yang haram kemudian difestivalkan, divulgarkan maka tidak menutup kemungkinan yang haram lainnya juga akan difestivalkan,” ungkapnya.
Pihaknya menegaskan bahwa tidak melarang masyarakat lain untuk menggelar festival kuliner. Hanya saja, ia mengusulkan agar festival kuliner nonhalal digelar di tempat tertutup.
“Ya meminta dihentikan, dibatalkan menunggu rekomendasi dari Kemenag maupun MUI. Kalau kita menyampaikan satu tempat saja yang tidak bercampur dengan makanan yang lain. Misal di Diamond atau di tempat ibadah yang membolehkan, tidak bercampur dengan makanan yang halal. Kita juga memberikan kesempatan di tempat tertentu, tidak publik,” bebernya.
——-
Artikel ini telah naik di detikJateng.
(wsw/wsw)