![](https://i2.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2024/12/24/peningkatan-sistem-deteksi-gempa-di-aceh-setelah-tragedi-2004-2_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Muncul kabar bahwa informasi gempa tak akurat lagi lantaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terdampak efisiensi anggaran. Namun, kabar ini ditepis oleh pihak Istana.
Mulanya, BMKG mengaku ikut terdampak efisiensi anggaran. Akibatnya, akurasi informasi cuaca hingga gempa bumi disebut menurun.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (8/2/2025).
BMKG secara prinsip mendukung arahan efisiensi anggaran tapi untuk saat ini mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto demi ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana. Sebab, merujuk pada surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, target pemotongan anggaran BMKG senilai Rp 1,423 triliun atau 50,35 persen dari anggaran semula senilai Rp 2,826 triliun.
Muslihhuddin menyebutkan pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Muslihhuddin menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
Apa saja dampak efisiensi anggaran ini? Baca halaman selanjutnya.
Efisiensi Berdampak Terhadap Alat Deteksi
Foto: Ilustrasi alat deteksi gempa (Getty Images/kickers) |
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
Adapun diketahui hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG. Mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
Muslihhuddin menambahkan bahwa kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia sulit terlaksana, modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG yang terhenti termasuk keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen tidak terwujud, dan keselamatan transportasi laut terganggu.
Dampak lanjutnya, kata dia, adalah dukungan layanan untuk ketahanan pangan, energi, air menjadi terganggu, dukungan layanan untuk pembangunan berketahanan iklim dan bencana terganggu, peran BMKG sebagai penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN terganggu.
Menurut dia, mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi di Indonesia menjadi hal mutlak dan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keselamatan masyarakat luas. Maka dengan memperhatikan faktor ketahanan negara dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi itu, BMKG mengajukan permohonan dispensasi anggaran ini.
“Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata dia.
Kepala BMKG Buka Suara
Foto: Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (Jauh Hari Wawan/detikJogja) |
Secara terpisah, detikcom menghubungi Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengenai hal ini. Dwikorita tidak menjawab secara gamblang terkait pemotongan anggaran berdampak pada akurasi informasi.
“Meskipun dilakukan efisiensi 50 persen anggaran kami, BMKG menjamin terlaksananya operasional layanan informasi 24 jam terus menerus setiap hari,” ucap Dwikorita.
Dia lalu menjabarkan sejumlah hal terkait efisiensi anggaran. Ada 5 fokus yang disebut Dwikorita akan dilakukan BMKG terkait hal tersebut.
“Efisiensi anggaran akan kami fokuskan pada belanja modal pembelian peralatan baru untuk operasional monitoring dan deteksi; perjalanan dinas dan paket pertemuan; operasional perkantoran, listrik dan AC; jaringan komunikasi, suku cadang peralatan dan mesin; mengatur ritme kerja dengan menerapkan Work From Office dan Work From Anywhere secara berimbang,” kata Dwikorita.
Istana Tepis Kekhawatiran BMKG
Foto: Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi. (Dok. Kantor Komunikasi Kepresidenan) |
Istana menepis soal kekhawatiran ini. Istana memastikan bahwa efisiensi anggaran tak bakal mengurangi hal yang esensial.
“Efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN kita, tapi tidak mengurangi otot. Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini,” kata Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi kepada wartawan, Selasa (11/2/2025).
Hasan menyampaikan ada empat kriteria yang tidak terkena efisiensi anggaran. Salah satunya ialah layanan publik.
“Gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik, bantuan sosial. Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hasan menepis anggaran BMKG mencapai 50 persen. “Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silakan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” kata dia.
Simak Video: Strategi BMKG Maksimalkan Layanan di Tengah Pemotongan Anggaran 50%
Halaman 2 dari 4
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu