Jakarta –
Lagi-lagi kecelakaan maut yang melibatkan truk rem blong terjadi. Semalam, truk diduga rem blong menjadi pemicu kecelakaan beruntun di Gerbang Tol (GT) Ciawi.
Dikutip detikNews, polisi mengatakan kecelakaan ini mengakibatkan 19 orang menjadi korban. Sebanyak 11 orang di antaranya luka-luka dan delapan orang meninggal dunia.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Eko Prasetyo mengatakan kecelakaan beruntun di Gerbang Tol Ciawi, Jawa Barat, melibatkan 6 kendaraan. Menurutnya, kecelakaan ini dipicu oleh truk yang mengalami rem blong.
“Intinya itu remnya blong, mau nge-tap masuk gerbang tol Ciawi itu kan, nempel kartu itu. Remnya blong, terus nabrak kendaraan yang di depannya,” kata Eko.
Kecelakaan maut itu sampai menimbulkan kobaran api. Dalam rekaman video amatir terlihat ada kobaran api di lokasi. Puing-puing sisa kecelakaan juga terlihat di lokasi.
Benar prediksi praktisi keselamatan berkendara. Bahwa kecelakaan maut akibat truk atau bus yang mengalami rem blong bakal terus terjadi. Soalnya, penyebab utamanya tidak teratasi. Pemerintah di sektor terkait dinilai belum serius menangani masalah ini.
“Ini akan terulang-ulang. Kenapa pemerintah tidak melihat penyebab tidak langsungnya? Mereka hanya fokus ke penyebab langsungnya. Harusnya fokusnya kepada penyebab tidak langsung. Rem blong tadi ada dua penyebab, secara langsung dan tidak langsung. Penyebab tidak langsung mulai dari praperjalanan, dari sistem perawatan di perusahaan angkutan, mulai dari sistem rekrutmen, lemahnya pemerintah dalam pengawasan kepada pengusaha-pengusaha terhadap aturan-aturan kelaikan. Ini yang namanya penyebab tidak langsung. Karena penyebab tidak langsung akan memicu penyebab langsung,” ujar praktisi keselamatan berkendara sekaligus Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu dalam perbincangan dengan detikOto beberapa waktu lalu.
Pertama soal kualitas sopir. Menurut Jusri, proses rekrutmen pengemudi kendaraan besar harus disoroti. Saat ini, kebanyakan sopir truk dan bus adalah sopir yang ‘naik kelas’ dari kernet. Namun, sopir itu hanya berangkat dari pengalaman, bukan pengetahuan.
Jusri mengatakan, kalau sistem rekrutmen sopir sudah salah, maka akan melahirkan driver yang tidak berkualitas. Tak cuma rekrutmen, juga harus ada pengembangan dan pelatihan untuk sopir-sopir truk.
“Kalau rekrutmen benar tapi tidak ada development, training, pendidikan dan lain-lain, otomatis kualitas driver kacau juga. Belum lagi sistem perawatan (kendaraan), perusahaan berpikir komponen masih bisa dipakai meski sudah diajukan permohonan untuk diganti. Mereka tidak berpikir pasca kecelakaan cost-nya berapa kali. Karena kesadaran keselamatan masih menjadi kelemahan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga mengatakan, banyaknya kecelakaan truk merupakan buah dari sistem yang carut marut. “Ini adalah kejadian yang selalu berulang, tidak pernah ada solusi dari negara,” ungkap Djoko kepada detikOto belum lama ini.
“Ini merupakan akumulasi dari carut-marut penyelenggaraan angkutan logistik di Indonesia. Yang bisa membereskan hanya menunggu ketegasan Presiden,” lanjut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.
Menurut Djoko, banyak masalah yang harus diselesaikan langsung oleh Presiden supaya kecelakaan truk bisa ditekan jumlahnya. Mulai dari masalah penerapan aturan ODOL yang selalu ditunda, pengaturan upah standar minimum yang layak buat pengemudi truk, hingga masalah pungutan liar yang kerap dialami pengemudi truk di lapangan.
Simak Video ‘Dugaan Awal Pemicu Kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi Karena Truk Rem Blong’:
(rgr/din)