Jakarta –
Sopir ojek online dan taksi online keberatan dengan aturan wajib KTP Bali. Mereka mengancam bakal menggugat pemerintah andai aturan itu dengan menganggap peraturan itu diskriminatif.
Ketua Perkumpulan Transport Online Bali (PTOB), Aryanto bersikukuh kepada aturan bahwa surat domisili cukup dijadikan syarat mendaftar bekerja sebagai sopir online. Dia merujuk kepada Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi di Bali dan eraturan Menteri Perhubungan 118 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.
“Saya menolak itu sebagai pribadi dan PTOB (Perkumpulan Transport Online Bali) akan lakukan gugatan class action pemerintah menerbitkan aturan itu,” kata Aryanto seperti dikutip dari detikBali, Selasa (4/1/2025).
Dia meminta agar tidak ada perbedaan antara sopir online yang warga asli Bali maupun pendatang. Menurutnya, Pergub Bali Nomor 40 yang hanya mensyaratkan surat domisili sudah benar dan tidak perlu diubah.
“Surat keterangan domisili kan tidak mewajibkan KTP Bali. Kalau diubah, hak konstitusi dikebiri,” kata Aryanto
Bagi Aryanto, hak bekerja sopir online pendatang dapat terancam jika ada kewajiban ber-KTP Bali sebagai syarat menjadi sopir kendaraan online. Hal itu dinilai tidak adil.
“Saya tidak menyoroti dari masalah bisnis, tetapi saya bicara hak konstitusi warga negara, keadilan dan kesetaraan dalam mencari nafkah,” kata Aryanto.
Transportasi Online dan pengemudi pariwisata Bali memang berseteru. Paguyuban Pengemudi Pariwisata se-Bali sopir pariwisata di Pulau Dewata yang bergabung dalam Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali menuntut penghapusan aturan surat domisili sebagai syarat mendaftar bekerja sebagai driver taksi online.
Selain itu, mereka mengajukan usulan pembatasan kuota mobil taksi daring di Bali, menertibkan dan menata ulang keberadaan vendor angkutan sewa khusus di Pulau Dewata termasuk juga penyewaan mobil dan motor, membuat standardisasi tarif untuk angkutan sewa khusus.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya mengatakan aturan terkait moda transportasi baik daring atau konvensional akan diatur melalui peraturan daerah (perda) yang rencananya ditetapkan setelah gubernur terpilih dilantik pada 6 Februari 2025.
“Perda sudah mulai dibahas lewat Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) tapi menunggu gubernur definitif. Tidak bisa kalau penjabat gubernur, kami menunggu gubernur definitif dulu,” kata Dewa Mahayadnya usai Sidang Paripurna Pengumuman Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Terpilih di Denpasar, Senin (13/1).
Dewa Mahayadnya menjelaskan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 40 tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi Provinsi Bali.
Dalam regulasi itu salah satunya mengatur pengemudi ojek daring cukup memiliki surat keterangan domisili di wilayah Bali.
Selain itu, dalam peraturan gubernur itu tidak ada sanksi yang mengikat sehingga wakil rakyat menyusun peraturan daerah yang memuat aturan hukum bagi seluruh angkutan transportasi baik daring dan konvensional.
“Pergub Bali Nomor 40 Tahun 2019 kami tingkatkan ke peraturan daerah sehingga mobil dan sopir yang beroperasi di Bali bisa kami atur. Kedua, akan ada sanksi di dalamnya,” dia menambahkan.
(fem/fem)