Jakarta –
Pendamping pendakian Gunung Semeru sebesar Rp 300 ribu per hari dinilai sangat mahal. Pengelola mengkajinya kembali.
Kebijakan mengenai pendampingan bagi pendaki Gunung Semeru kembali menjadi bahan perbincangan, terutama setelah adanya kritik dari beberapa pemandu gunung mengenai kewajiban ini dan biaya yang dianggap terlalu tinggi.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha menjelaskan bahwa kebijakan ini diberlakukan untuk menjamin keselamatan para pendaki. Semeru, yang dikenal sebagai salah satu gunung dengan tingkat risiko tinggi di Indonesia, membutuhkan pengelolaan yang lebih ketat dalam hal pendakian.
“Pendakian Semeru ini salah satu pendakian gunung berisiko tinggi di Indonesia. Kami ingin memastikan keselamatan pendaki, salah satunya dengan pendamping yang sudah terlatih. Mengenai tarif, kami masih mengkaji agar tidak menjadi polemik dan memberikan akses yang setara bagi semua kalangan,” ujar Rudijanta, Sabtu (25/1/2025)
Ia menegaskan bahwa pendampingan dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih untuk membantu pendaki yang menuju Ranukumbolo, jalur pendakian yang masih dibuka.
Pihak TNBTS juga mengakui adanya keluhan mengenai tarif pendampingan yang dinilai cukup tinggi. Namun, Rudijanta menyebutkan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian lebih lanjut mengenai tarif ini agar bisa disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Tujuannya agar semua kalangan tetap bisa mengakses pendakian dengan aman tanpa merasa terbebani oleh biaya yang tidak terjangkau.
TNBTS menyadari bahwa kebijakan ini menimbulkan polemik, terutama di kalangan pendaki senior yang merasa tidak perlu didampingi. Namun, Rudijanta menjelaskan bahwa pendampingan bukan berarti pemanduan yang membutuhkan biaya lebih besar.
“Kami menyebut pendamping karena pemandu tarafnya bukan seperti itu. Pendamping ini merupakan petugas terlatih yang kami siapkan untuk memastikan keselamatan pendaki yang menuju Ranukumbolo,” jelasnya.
Ke depan, TNBTS berharap dapat menemukan solusi terbaik yang dapat diterima oleh semua pihak, baik pendaki, pemandu, maupun pengelola. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan keselamatan pendaki, tetapi juga menciptakan sistem pendakian yang lebih terorganisir dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari upaya ini, Rudijanta berharap agar proses kajian terkait tarif dan kebijakan pendampingan dapat segera selesai dan tidak menambah polemik di kalangan masyarakat.
(msl/msl)