Jakarta –
Perubahan nama Pantai Serangan yang berlokasi di Pulau Serangan, Denpasar, Bali. Nama pantai tersebut kini menjadi Pantai Kura-Kura Bali menjadi polemik. Anggota DPR RI asal Bali I Nyoman Parta mengkritik.
“Nama pantai bukan sekadar ejaan huruf, tapi pantai berkaitan dengan sejarah dari tempat itu,” ujar Parta pada Senin seperti dikutip dari detikBali, Selasa (28/1/2025).
Parta mengatakan penamaan sebuah tempat juga berhubungan perjalanan spiritual warga setempat. Dia bersikukuh investor tidak mempunyai hak untuk mengganti nama sebuah pantai. Termasuk Pantai Serangan. Serangan adalah pulau hasil reklamasi.
“Kalau seluruh investor boleh mengubah nama pantai, ya habis lah Bali ini,” kata politikus PDIP itu.
Parta mengetahui perubahan itu setelah menerima aduan dari masyarakat nelayan setempat yang kesulitan mendapat ikan karena banyak pesisir pantai yang dikeruk.
Politikus asal Gianyar itu mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, dan DPRD Bali untuk tidak mengabaikan perubahan nama pantai di Serangan itu.
Dia berencana menemui PT BTID untuk meminta penjelasan terkait masalah tersebut.
“Saya akan menemui mereka untuk minta penjelasan,” kata dia.
Salah seorang masyarakat Pulau Serangan, MS, tidak mengetahui adanya perubahan nama pantai itu. Dia meminta investor untuk berkomunikasi dengan warga terkait perubahan nama itu.
“Kenapa tidak dikonsolidasikan ke masyarakat luas, khususnya masyarakat Serangan, sebelum ubah nama oleh pihak Kura-Kura Bali?” ujar MS.
Saat dikonfirmasi, PT Bali Turtle Island Development (BTID) membantah mengubah nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura Bali. Perusahaan pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali itu telah memberikan klarifikasi perihal perubahan nama pantai tersebut.
Head of Communications and Community Relations PT BTID, Zakki Hakim, mengungkapkan nama Pantai Kura-Kura muncul sejak acara World Water Forum (WWF) 2024. Nama Pantai Kura-Kura Bali sempat muncul di Google.
“Nama itu muncul saat panitia nasional bahkan internasional menggelar acara World Water Forum yang menghadirkan sekitar 3.000 tamu untuk pembukaan forum tersebut,” ujar Zakki.
Zakki menegaskan PT BTID tidak pernah mengganti nama Pantai Serangan dan tidak mengetahui asal-usul nama Pantai Kura-Kura Bali yang muncul di Google.
“Google itu kan domain publik, jadi siapa saja bisa menulis apa pun di sana. Kami tidak tahu soal nama itu,” kata dia.
Zakki mengatakan pantai yang berubah nama itu masih dalam tahap pembangunan proyek oleh PT BTID dan akses publik ke sana sangat terbatas.
“Di sana hanya ada satu bangunan milik BTID dan area ini belum banyak diakses oleh masyarakat umum karena masih dalam proses pembangunan,” kata dia.
Zakki membuka ruang untuk diskusi apabila perubahan nama tersebut menimbulkan keresahan masyarakat.
“Sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali, kami menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi budaya Bali. Jika memang perlu diubah kembali, kami terbuka menerima masukan dari siapa saja,” kata dia.
Zakki mengeklaim komunikasi PT BTID dengan masyarakat Pulau Serangan selama ini berjalan baik. Menurutnya, warga setempat selalu dilibatkan dalam setiap acara yang diadakan di kawasan Kura-Kura Bali.
“Setiap acara yang kami selenggarakan, kami berusaha melibatkan warga Desa Serangan sebagai bagian dari kegiatan,” kata Zakki.
(fem/fem)