Jakarta –
Yunani menghadapi krisis air dan berdampak kepada usaha hotel. Pemerintah mengusulkan penggunaan air laut untuk kolam renang hotel agar tetap terisi.
Usulan tersebut mencakup peraturan yang memungkinkan pemasangan jaringan pipa untuk memompa air laut masuk dan keluar dari kolam renang di hotel-hotel yang terletak di daerah pesisir untuk penghematan air. Sehingga, air tawar bisa digunakan untuk keperluan lain oleh warga di negara itu.
“Peraturan ini memberikan kerangka untuk ekstraksi dan pemompaan air laut ke kolam renang,” kata Wakil Menteri Pariwisata, Elena Rapti, dikutip dari Euronews, Senin (20/1/2025).
“Fokus utama dari peraturan ini adalah melestarikan sumber daya air,” ujar Elena.
Mengapa Yunani perlu menghemat air?
Menurut sebuah studi dari Observatorium Nasional Athena, dalam dua tahun terakhir negara tersebut mengalami kekeringan parah. Curah hujan tahunan menurun sekitar 12% antara 1971 dan 2020 dibandingkan dengan periode 1901 hingga 1970.
Kekeringan itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereda dan musim pariwisata yang akan datang dapat menambah beban pada sumber daya air, terutama di pulau-pulau yang menjadi destinasi wisata populer. Kepulauan Aegean dan Kreta adalah wilayah yang paling terdampak, dengan curah hujan hilang mencapai seperlima dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun lalu, Yunani menarik hampir 33 juta wisatawan yang menghasilkan pendapatan sebesar 28,5 miliar euro (Rp 484 triliun). Namun seperti banyak negara Eropa lainnya, pada 2024 Yunani menghadapi protes terkait pariwisata massal.
Pekerja di sektor pariwisata mengatakan bahwa mereka sudah mencapai batas maksimal. Krisis iklim juga membuat model pariwisata yang ada semakin tidak berkelanjutan dan mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kembali bagaimana pariwisata harus dijalankan di masa depan.
Hotel tidak akan dipaksa untuk mengisi kolam renang mereka dengan air laut, tetapi peraturan yang diusulkan akan mempermudah mereka untuk membangun infrastruktur yang diperlukan jika pembatasan penggunaan air diberlakukan.
Namun, rencana penghematan air itu mendapatkan kritik karena kekhawatiran tentang dampak lingkungan, terutama terkait dengan air yang dipompa kembali ke laut. Usulan itu tidak mencantumkan standar kualitas untuk pembuangan air, meskipun kolam yang diisi dengan air laut tetap harus didisinfeksi dengan bahan kimia.
Klorin yang digunakan untuk mendisinfeksi kolam diketahui beracun bagi ikan dan makhluk laut lainnya, dan pembuangan air yang mengandung klorin dapat mengganggu keseimbangan ekosistem laut dengan mengubah kadar garam.
Selain itu, usulan tersebut juga tidak menjamin bahwa limbah dari kolam tidak akan mencemari air laut, sementara pembangunan jaringan pipa juga berpotensi merusak dasar laut.
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa kekhawatiran mengenai dampak kolam renang terhadap sumber daya air terlalu dibesar-besarkan. Penelitian menunjukkan bahwa di pulau-pulau seperti Mykonos dan Paros, kolam renang hanya menghabiskan sekitar 6% dari total air yang tersedia.
(upd/fem)