Jakarta –
Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia menegaskan, biaya potongan aplikasi sebesar 30 persen memberatkan banyak ‘pasukan hijau’ di Tanah Air. Sebab, untuk mencukupi kebutuhan harian, mereka harus kerja lebih keras dari biasanya.
Ketua Umum (Ketum) Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan, penghasilan ojol saat ini dipotong aplikator hingga 30 persen. Padahal, menurut aturan yang berlaku, potongan aplikasi semestinya tak boleh lebih dari 20 persen.
“Berulang kali kami protes keras atas potongan biaya aplikasi yang sudah sangat tidak manusiawi dan melanggar regulasi yang tercantum dalam Kepmenhub KP nomor 1001 tahun 2022, di mana potongan aplikasi maksimal 20 persen,” ujar Igun kepada detikOto, dikutip Selasa (14/1).
“Namun, fakta yang terjadi di lapangan, potongan aplikasi yang diterapkan dua perusahaan besar melebihi 20 persen, bahkan hingga lebih dari 30 persen. Namun, tidak ada tindak lanjut sanksi dari regulator atau dari Kementerian Perhubungan,” tambahnya.
Ojek online atau ojol. Foto: Agung Pambudhy
|
Kondisi tersebut, kata Igun, membuat penghasilan ojol semakin tipis. Sehingga, untuk menambah penghasilan, mereka terpaksa ‘kerja rodi’ dengan menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga.
“Akibat potongan yang besar, rekan-rekan pengemudi ojol memforsir jam kerja dan waktu istirahatnya dipakai untuk bekerja lebih keras agar pendapatannya bisa memenuhi nafkah harian,” terangnya.
Igun kemudian mempertanyakan peran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam menertibkan aplikator yang ‘menabrak’ aturan untuk mengenakan potongan yang lebih tinggi. Menurutnya, Kemenhub seharusnya mengambil tindakan!
“Pertanyaan kami? Ke mana Kemenhub yang seharusnya bisa menindak tegas siapa pun yang melanggar regulasi yang dibuat lembaganya? Apakah Menteri Perhubungan sampai tidak berdaya untuk tegas kepada perusahaan aplikator besar yang seakan berkuasa?” kata dia.
Sebagai catatan, penurunan tarif aplikasi merupakan tuntutan yang sudah disuarakan ojek online sejak tahun lalu. Bahkan, dalam demo besar yang digelar di Jakarta pada September 2024, protes terkait hal tersebut sudah disuarakan.
(sfn/din)