Jakarta –
Terjadi kembali kecelakaan bus pariwisata di Jawa Timur belum lama ini. Lagi-lagi kecelakaan itu terjadi karena bus mengalami rem blong dan setelah ditelusuri uji berkalanya, ternyata sudah kedaluwarsa. Hal ini menandakan lemahnya pengawasan pemerintah.
Bus pariwisata bernomor polisi DK 7942 GB, yang memicu kecelakaan beruntun di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu (8/1/2025), telah kedaluwarsa sejak 26 April 2020. Uji berkala kendaraan tersebut juga sudah habis masa berlakunya sejak 15 Desember 2023. Kecelakaan akibat kegagalan pengereman itu melibatkan 12 kendaraan dan sebanyak 14 orang menjadi korban, 4 di antaranya meninggal, 2 luka berat, dan sisanya luka ringan.
Dikatakan pengamat transportasi Djoko Setijowarno, kecelakaan bus pariwisata bakal terus berulang ke depannya, jika tidak ada niat serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut.
“Kecelakaan fatal seperti di Kota Batu akan terus berulang, jika tidak ada niat serius untuk memutus mata rantai penyebabnya,” ungkap Djoko dalam keterangan resmi (10/1).
Lanjut Djoko menjelaskan, satu-satunya cara untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas adalah dengan meningkatkan pengawasan terhadap bus pariwisata yang beroperasi di Indonesia.
Djoko menekankan kerutinan untuk melakukan rampcheck di lokasi destinasi wisata harus tetap dilakukan Dinas Perhubungan dan Balai Pengelola Transportasi Derah (BPTD). Sayangnya, tidak bisa dilakukan rutin disebabkan anggarannya terbatas. Jika dilakukan rutin setiap akhir pekan atau libur panjang, niscaya pengusaha bus pariwisata tidak berizin akan takut mengoperasikan busnya. Sekarang rampcheck belum rutin dan masyarakat belum peduli akan keselamatan, sehingga kecelakaan bus wisata akan terus berlangsung.
“Jika masih ada pelanggaran izin angkutan wisata sudah kadaluarsa tetap beroperasi, pengusaha dan panitia atau event organizer diperkarakan hingga ke pengadilan. Jangan hanya pernyataan di media sudah diminta pertanggungjawaban, namun kenyataannya belum pernah ada yang sampai di pengadilan dan dipenjara. Dampaknya, sampai sekarang praktek operasi bus pariwisata tidak berizin masih tumbuh subur dan disukai masyarakat, lantaran tarifnya murah, meski keselamatan terabaikan,” ujarnya.
“Salah satu bentuk keseriusan mengakhiri kecelakaan tersebut, dimulai dari penganggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan. Anggaran keselamatan jangan dikurangi, bila perlu ditambah, agar angka kecelakaan tidak meningkat,” tambah Djoko.
Djoko mengatakan, pernah ada Dana Alokasi Khusus (DAK) Keselamatan di Kementerian Perhubungan, berlangsung tidak lebih lima tahun, dan sekarang sudah tidak ada lagi.
Djoko pun membandingkan anggaran keselamatan transportasi dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program MBG sangat bagus membantu kelompok masyarakat yang membutuhkannya. “Program ini bagus, namun harus selektif dan dipikirkan dengan terencana yang matang. Tidak harus semua pelajar mendapatkannya, sehingga sekarang anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersedot banyak untuk Program MBG. Dampaknya anggaran untuk menjaga keselamatan transportasi di Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan menurun drastis,” ujar dia.
“Kemenhub telah menyampaikan kebutuhan anggaran 2025 sebesar Rp 80,63 triliun. Namun memperoleh pagu anggaran 2025 sebesar Rp 24,76 triliun, sehingga ada selisih sebesar Rp 55,87 triliun. Kemudian mengajukan tambahan Rp 7,68 triliun, disetujui perubahan sebesar Rp 6,69 triliun. Jadi pada 2025 Kemenhub mendapat anggaran 31,45 triliun. Sementara anggaran MBG (Makanan Bergizi Gratis) Rp 71 triliun untuk 6 bulan. Padahal sesungguhnya yang dikerjakan Kemenhub adalah keselamatan (safety) dan juga pelayanan (service),” tambah Djoko.
(lua/lth)