Depok –
Zaman dahulu, orang Depok kerap diolok-olok dengan sebutan ‘Belanda-Depok’. Rupanya, ada sejarah panjang di balik itu dan kini sebutan itu mencuat kembali melalui pesepakbola Miliano Jonathans.
“Yeee, Belanda Depok,” begitu olok-olok zaman dulu yang kerap terdengar di kalangan anak-anak sekolah pada 90-an.
Olok-olok itu diberikan kepada anak-anak dariDepok fasih berbicara dengan bahasa Belanda, dengan nama belakang kebelanda-belandaan. Mulai dari Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel sampai Zadokh.
Kelompok itu tidak berkulit putih atau berhidung mancung seperti khas ras kaukasoid, wajah mereka sangat Indonesia. Mereka memang pribumi.
Kini, olok-olok itu sudah jarang lagi terdengar, namun sebutan Belanda-Depok masih muncul kadangkala. Apalagi, setelah pesepakbola Miliano Jonathans (20) dikaitkan dengan Timnas Indonesia.
Miliano, bermain sebagai pemain sayap atau gelandang serang untuk klub Eredivisie, Utrecht, itu bikin kejutan saat dengan lantang membanggakan asal usul Depok yang mengalir di dalam darahnya.
“Gue asli jalan pemuda bang!” tulis Miliano dalam kolom komentar Instagram.
Jalan Pemuda yang disebut Miliano merujuk pada Jalan Pemuda atau Kerkstraat di kawasan Depok Lama yang berdekatan dengan Kantor Wali Kota Depok. Di jalan itulah kelompok masyarakat ‘Kaoem Belanda Depok’ berakar.
Tinggalan berupa bangunan masa Belanda Depok masih berdiri kokoh sebagian, boleh dibilang sangat sedikit, yaitu gedung YLCC yang mulanya adalah rumah tinggal para pendeta, Gereja Immanuel Depok, SMA Kasih Depok, SD Pancoran Mas II Depok, Rumah Sakit Harapan, Jembatan Panus, dan Pemakaman Kamboja.
[Gambas:Instagram]
Setelah ditelusuri, nama belakang Miliano, Jonathans, adalah salah satu dari 12 marga Depok yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein. Berkat 12 marga itulah, Depok berkembang menjadi suatu daerah yang subur dan berkembang. Kala itu, Depok adalah wilayah otonom yang berhak menentukan pemerintahan sendiri di zaman itu.
Bahkan marga Jonathans, kakek buyut Miliano dipercaya menjadi presiden pertama Kaoem Depok.
Jika bisa memutar waktu kembali ke masa 1.690-an maka di saat itulah asal usul sebutan ‘Belanda Depok’ bermula.
Depok di kala itu bukanlah ‘kota’ laiknya Depok saat ini. Di zaman kolonial Belanda, Depok justru sudah menjadi wilayah otonom yang berhak menentukan pemerintahan sendiri di zaman itu. Saat itu, Depok berani menolak mengakui Indonesia sebagai negara baru. Depok telah merdeka ketika Chastelein menyerahkan wilayah Kota Depok ke budak-budaknya yang kala itu dijuluki Kaoem Depok.
Kaoem Depok dari 12 marga yang dimerdekakan oleh Chastelein itulah penduduk pertama Depok.
Nama Depok merupakan akronim dari De Eerse Protestantse Organisatie van Kristenen atau kurang lebih berarti organisasi pertama orang Kristen Protestan.
Untuk menelusuri Kaoem Depok dan Cornelis Chastelein, detikTravel berkunjung ke Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), yayasan yang didirikan pada 4 Agustus 1952, oleh perkumpulan dari 12 marga Kaoem Depok.
Yayasan itu dibentuk untuk memelihara aset-aset yang dulu dihibahkan oleh Chastelein kepada para budaknya. Yayasan tersebut juga memberi pelayanan sosial dan menyelenggarakan pendidikan bagi 12 marga Depok.
Dari YLCC kisah tentang Depok dan jasa besar Chastelein, serta 12 marga Depok Belanda itu mengalir. Ada surat wasiat Chastelein yang menghibahkan tanahnya kepada budak belian yang kemudian dia merdekakan.
Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke
“Tanah ini dihibahkan kepada setiap dari mereka berikut keturunannya dengan kepemilikan sepanjang diperlukan,” demikian tulis Chastelein dalam surat wasiatnya.
Bisa jadi surat wasiat itu yang membuat Miliano bangga luar biasa menyebut dirinya berasal Jalan Pemuda.
YLCC dan Miliano mengukuhkan sebutan Belanda Depok bukanlah olok-olok. Justru Belanda Depok yang berakar di Jalan Pemuda tidak jauh dari Balai Kota Depok yang ada saat ini adalah bagian dari sejarah dan akan dibawa sampai kapanpun dalam DNA, dalam darah.
Simak kisah selengkapnya tentang ‘Belanda Depok’ melalui artikel-artikel liputan detikTravel berikutnya.
(wsw/fem)