Jakarta –
Usai terdiagnosa kanker, wanita penjual makanan kaki lima ini menutup gerai makanannya sementara. Untungnya, ia mendapat pembebasan biaya sewa tempat sehingga mengurangi bebannya.
Penjual makanan kerap menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tantangan terkait pelanggan, biaya sewa, maupun kondisi kesehatan mereka.
Sekalipun gerai makanan ramai dipadati pengunjung, tetapi jika kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk berjualan, bisa jadi bisnis tidak berjalan lancar. Hal seperti ini sempat dialami oleh wanita Singapura yang memiliki beberapa gerai makanan kaki lima.
Yan, yang asalnya dari Myanmar ini perlu menghidupi putri semata wayangnya selama 10 tahun, usai dirinya cerai.
Untuk menghidupi putrinya, wanita ini membuka usaha makanan kaki lima. Gerai pertama yang dibuka fokus terhadap hidangan yong tau foo. Lalu ia membuka gerai makanan fokus terhadap hidangan seafood pada tahun 2019 lalu, lapor asiaone.com (20/12/2024).
Menurut laporan Shin Min Daily News, wanita itu awalnya hanya punya dua gerai makanan. Namun, ia menyadari banyak kios-kios kosong, sehingga memutuskan untuk menyewa kios tersebut untuk dijadikan tempat makan kaki lima.
Bermula dari satu, dua kios, Yan lalu mengembangkan bisnis kulinernya sampai saat ini memiliki 7 gerai makanan kaki lima dengan setiap gerainya punya menu yang berbeda. Sebagian gerai ada yang fokus terhadap hidangan yong tau foo, ada juga yang fokus terhadap hidangan seafood, sampai kari Burmese.
Yan pun sehari-harinya disibukkan dengan mengoperasikan bisnis kuliner tersebut. Sampai bulan Februari lalu, ia didiagnosa terkena kanker payudara stadium tiga.
(Gambar hanya ilustrasi) Wanita ini memiliki 7 gerai makanan kaki liima di Singapore. Foto: Istimewa
|
Hal ini tentu membebani Yan karena selama enam bulan, ia perlu menjalani sejumlah operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Di sisi lain, ibu satu anak ini tentu perlu kembali ke pekerjaannya sebagai penjual makanan kaki lima.
Namun, kondisi sistem imunitas tubuh Yan yang menurun membuat dokter menyarankan Yan menghindari kerumunan. Akhirnya, ia pun tidak bisa bekerja seperti biasanya.
Sejak didiagnosa kanker, Yan perlu menutup sebagian warung makannya, dengan beberapa kios-kiosnya yang ada di dalam pasar dibantu dikelola oleh asistennya.
Pada Juli, wanita Myanmar yang resmi mendapat kewarganegaraan Singapura itu akhirnya memutar otak demi bisa menjalani pengobatan tanpa membuat kiosnya terbengkalai begitu saja. Sebab, sekalipun gerai tutup, tampaknya Yan tetap harus membayar biaya sewa setiap bulan.
(Gambar hanya ilustrasi) Saat menjalani pengobatan, restorannya pun tutup sementara. Foto: terjebak dalam restoran tutup
|
Oleh karenanya, pada bulan Juli, wanita ini pun mengajukan permohonan kepada NEA (The National Environment Agency) untuk membebaskan pembayaran sewanya.
Kepada Chinese Evening ia mengungkap bahwa butuh waktu lebih dari dua bulan untuk mendapat hasil pengajuan tersebut. Ia merasa cemas ketika uang sewanya harus dipotong dari rekening banknya. Untungnya, ia berhasil mendapat pembebasan biaya sewa.
“Saya berterima kasih atas bantuan NEA (The National Environment Agency) yang telah mengurangi tekanan saya. Saya memahami ada peraturan yang harus dipatuhi tetapi saya berharap di masa mendatang, proses pendaftaran dipercepat berdasarkan keadaan masing-masing pelamar,” ujarnya.
Setelah menerima penyerahan dokumen lengkap pada pertengahan Agustus, lembaga tersebut akhirnya memberikan keringanan.
Yan mendapat pembebasan biaya sewa selama sebelas bulan untuk warung makan, dan enam bulan pembebasan untuk gerai makanannya yang ada di pasar. Total pembebasan biaya sewanya mencapai lebih dari 10.000 SGD atau lebih dari Rp 119 juta.
Instansi tersebut juga memperbolehkan asisten Yan mengoperasikan gerai selama Yan menjalani pengobatan.
Badan tersebut menekankan bahwa mereka berkomitmen mendukung pedagang kaki lima, tetapi juga harus memastikan kios-kios di pasar dan pusat perdagangan kaki lima dapat beroperasi adil dan teratur untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
(aqr/adr)