Jakarta –
Seorang turis Belanda dideportasi dari Bali setelah berbuat tak senonoh dan melanggar keimigrasian. Kasus serupa juga menimpa WN Mesir MAMM.
Warga negara (WN) Belanda berinisial HRC dideportasi alias diusir dari Bali. Pasalnya, pria berusia 60 tahun itu berbuat tak senonoh dan membuat keributan di Pulau Dewata pada awal November 2024.
“Dalam video yang beredar, HRC tampak menurunkan celananya di tengah jalan dan melakukan tindakan vulgar sambil mencaci maki warga sekitar,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Albertus Widiatmoko, dalam siaran pers, Selasa (24/12/2024).
Pria yang tinggal di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung, itu sempat dipanggil untuk mengklarifikasi dan diperiksa petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada 12 November 2024. Ia diperiksa seusai tindakan tak senonohnya viral di media sosial (medsos).
Hasil pemeriksaan, HRC mengungkap tindakannya merupakan respons atas intimidasi yang ia alami terkait tanah dan villa yang ia tempati.
HRC sebelumnya datang ke Bali dengan izin tinggal terbatas (ITAS) investor yang berlaku hingga 23 Mei 2026. Namun, HRC belum melakukan kegiatan usaha di perusahaannya selama melakukan investasi di Indonesia. Bahkan, alamat perusahaan yang didaftarkan pada detail perseroan, yakni di Desa Tibubeneng, bukan alamat perseroan dimaksud.
Oleh karena itu, HRC dianggap telah melanggar ketentuan keimigrasian dan tidak sesuai dengan ITAS yang diberikan. Ia dinyatakan melanggar ketentuan perundang-undangan.
“Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, HRC telah melanggar Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” ujar Widiatmoko.
Turis Mesir juga ditendang
Selain HRC, Rudenim Denpasar juga mendeportasi WN Mesir berinisial MAMM setelah terbukti melanggar aturan keimigrasian di Indonesia.
Pria berusia 48 tahun itu pertama kali datang ke Indonesia pada April 2022 dan tinggal di Jakarta dengan visa wisata untuk menikah dengan kekasihnya seorang WNI.
Namun, MAMM didapati melampaui batas waktu tinggalnya sejak 5 Agustus 2022 tanpa memperpanjang izin tinggal atau melaporkan dirinya ke Imigrasi.
Setelah beberapa bulan mengalami kesulitan keuangan, MAMM mengaku tidak bisa membayar denda overstay dan biaya pembuatan kartu izin tinggal sementara (KITAS) sehingga ia tidak dapat memperpanjang izin tinggalnya. Ia juga merasa takut dilaporkan dan ditahan oleh pihak Imigrasi.
Selain itu, MAMM mengaku telah ditipu oleh agen perjalanan setelah membayar uang sebesar 25 juta rupiah untuk mengurus ITAS dan overstay-nya. Namun, agen tersebut hilang alias tak ada kabar.
MAMM akhirnya melaporkan diri ke Imigrasi Ngurah Rai setelah 853 hari berada di Indonesia tanpa izin tinggal yang sah dan berpisah dengan kekasihnya. Ia akhirnya menerima pendeportasian sesuai dengan Pasal 78 Ayat (3) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
HRC dan MAMM akhirnya diterbangkan ke negara asal masing-masing melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan pengawalan ketat dari petugas Rudenim Denpasar. HRC terbang menuju Schipol Amsterdam International Airport, sedangkan MAMM dengan tujuan akhir Cairo International Airport.
—
Baca artikel selengkapnya di detikBali
(msl/msl)