Jakarta –
CEO World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, Aditya Bayunanda menekankan pentingnya kolaborasi Sea Wall dan Mangrove untuk melindungi pesisir.
Hal itu disampaikan Aditya dalam acara diskusi bertajuk Bincang Masa Depan Alam Indonesia pada Rabu (20/11) lalu. Dia juga menyampaikan beberapa solusi terkait peningkatan efektivitas restorasi dan konservasi lingkungan.
Awalnya, ia menyoroti pentingnya mengevaluasi hasil restorasi yang telah dicapai dan memperbaikinya untuk keberlanjutan di masa depan.
Selain itu, Aditya menekankan penerapan solusi konservasi berbasis agriculture ramah lingkungan atau agricalture yang basisnya mosaic, sebuah pendekatan ramah lingkungan yang melibatkan berbagai sektor untuk menciptakan dampak yang lebih efektif.
“Upaya konservasi tidak hanya di tempat-tempat yang memang seperti taman nasional tapi juga harus di tempat-tempat lain yang mempunyai fungsi,” ujar Aditya.
Jakarta setiap tahun menghadapi tantangan penurunan permukaan tanah yang diperburuk oleh kenaikan air laut. Sebagai salah satu solusi, pembangunan tembok laut (sea wall) telah dilakukan. Pentingnya pendekatan lingkungan dengan menanam pohon mangrove.
Mangrove tidak hanya berfungsi sebagai penahan air laut, tetapi juga mendukung ekosistem laut seperti habitat ikan serta berkontribusi pada penyerapan karbon secara alami.
“Nah, kalau sea wall itu konstruksi teknik, bisa dipastikan dalam jangka waktu 20 atau 25 tahun perlu pemeliharaan. Tapi jika sea wall ini menggunakan mangrove, kualitasnya sebagai penahan air laut akan semakin baik. Selain itu, mangrove membawa manfaat lain, seperti mendukung biota laut dan memberikan penyerapan karbon,” ujar Aditya.
Untuk menjaga kelestarian alam, khususnya dalam mempertahankan fungsi hutan mangrove sebagai bagian dari sea wall alami, beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah:
1. Restorasi Hutan Mangrove Melakukan rehabilitasi dan penanaman kembali mangrove di area pesisir yang rusak untuk memperkuat perlindungan terhadap abrasi dan intrusi air laut.
2. Pengelolaan Berbasis Komunitas Melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan mangrove melalui pelatihan dan program konservasi berbasis komunitas. Hal ini memastikan keberlanjutan ekosistem sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi warga, seperti pemanfaatan hasil mangrove untuk ekowisata atau bahan baku produk lokal.
3. Pengawasan dan Regulasi yang Ketat Memberlakukan peraturan ketat terhadap alih fungsi lahan mangrove untuk kegiatan industri atau pemukiman. Pemerintah dan lembaga terkait perlu memastikan kawasan mangrove terlindungi secara hukum.
4. Kolaborasi Sektor Swasta dan Publik Mendorong kerja sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta untuk mendukung pendanaan, penelitian, dan kampanye konservasi mangrove.
5. Pendidikan dan Kesadaran Publik Mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya hutan mangrove sebagai pelindung alami dari gelombang laut, penyerap karbon, serta habitat bagi biota laut.
Dengan pendekatan ini, mangrove dapat berfungsi tidak hanya sebagai penahan alami yang lebih berkelanjutan dibandingkan tembok laut buatan, tetapi juga sebagai elemen penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak perubahan iklim.
(wsw/wsw)