Jakarta –
Para bos di Lion Air Group pernah bersuara terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen. Kata mereka, yang pasti mengikuti aturan, kenaikan itu pasti mempengaruhi harga tiket pesawat dan daya beli masyarakat.
Kenaikan PPN tersebut rencananya akan dilaksanakan pada 1 Januari 2025. Adapun kebijakan ini telah ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menanggapi hal tersebut Presiden Direktur Lion Group, Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi, menyebut bahwa hal ini juga tentunya mempengaruhi daya beli di industri penerbangan.
“Kita kembalikan ke kompensasi lah antara manfaatnya, antara penerimaan pajak dan manfaatnya sebetulnya. Karena ini mempengaruhi harga, otomatis mempengaruhi daya beli,” kata Daniel saat diwawancarai di Gedung Perkantoran Lion Group di Balaraja, Rabu (20/3/2024).
Kendati kenaikan hanya dilakukan satu persen, tetapi hal itu juga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi daya beli masyarakat Indonesia.
“Dengan 1 persen saja berarti sudah mempengaruhi, dari 11 persen jadi tambah 1 persen, daya beli masyarakat sendiri apa sudah sampai ke situ. Tapi namanya kebijakan pemerintah sekali lagi kita sampaikan kita harus comply,” dia menambahkan.
Ia berkaca dari pengalaman kenaikan PPN yang baru saja bergeser dari 10 persen ke 11 persen. “Ya dampaknya semua teriak harga tiket pesawat,” katanya.
Di sisi lain, kendati peraturan telah disusun sejak lama, pemerintah menyebut tengah memantau perkembangan terkini.
“Kajian akan terus kami jalankan, dan transisi pemerintah juga akan terjadi, jadi kami juga menunggu,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa, dikutip dari Antara, Kamis (21/3/2024).
Di sisi lain, jika wacana kenaikan pajak menjadi 12 persen dilakukan, maka Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
“Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12 persen, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok,” kata Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus, dikutip dari Antara.
Selain Filipina yang 12 persen, negara lain seperti Kamboja, Laos, menerapkan pajak sebesar 10 persen. Untuk Vietnam, mereka punya skema two tier system sebesar 10 persen dan 5 persen.
(msl/fem)