Jakarta –
Jaksa menghadirkan analis kebijakan ahli madya pada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Suhardi, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle. Suhardi mengatakan pemenang lelang proyek itu sudah diatur lebih dulu.
Terdakwa dalam sidang ini adalah mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Max Ruland Boseke; mantan Kasubdit Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014, Anjar Sulistiyono; serta Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta. Fakta soal pengaturan pemenang lelang proyek pengadaan truk itu terungkap dari berita acara pemeriksaan (BAP) Suhardi.
“Ini di dalam BAP Saudara nomor 23 ya, makanya kami hanya ingin menguji kejujuran Saudara. Ada Saudara mengatakan di sini, ‘Sebenarnya semua paket pekerjaan yang akan kami lelang sudah ditentukan rekanan atau penyedia jasa yang menjadi pemenangnya. Hal ini selalu disampaikan oleh Direktur Sarpras Rudy Hendri Satmoko, penyampaiannya tersebut terkadang langsung kepada saya atau kepada pokja yang berasal atau bersumber dari Ditsarpras karena kebetulan saat itu OLP Basarnas masih di bawah naungan Ditsarpras. Terkait apakah perintah tersebut diketahui oleh Sestama atau Kabasarnas, saya tidak tahu. Apalagi tidak mungkin kami eselon IV bertemu dengan Sestama atau Kabasarnas yang adalah eselon I dan eselon II’,” kata jaksa membacakan BAP Suhardi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).
“Ini pernyataan Saudara ya? Tadi Saudara di awal sudah ditanyakan oleh majelis hakim, Saudara membenarkan seluruh isi BAP Saudara. Kami hanya ingin minta penegasan dari Saudara mengenai maksud dari pernyataan Saudara dalam BAP Nomor 23 ini apa? Bahwa rekanan yang akan melaksanakan kegiatan pengadaan di Basarnas itu sudah ditentukan pemenangnya. Ini seperti apa maksudnya?” lanjut jaksa.
“Siap, Pak Jaksa. Jadi secara implisit atau Dirsarpras berbicara bahwa untuk pengadaan ini adalah PT ini. Demikian, Bapak,” jawab Suhardi.
Suhardi mengatakan lelang dua paket pekerjaan pengadaan truk ini diatur dimenangkan oleh William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri. Dia mengatakan arahan pengaturan pemenang lelang proyek itu didengarnya dalam rapat.
“Yang untuk pengadaan rescue truck dan rescue carrier adalah CV Delima Mandiri, Bapak,” kata Suhardi.
“Itu Saudara dengar langsung ? Arahan itu Saudara terima langsung?” tanya jaksa.
“Biasanya pada saat kami bikin rapat bersama-sama, Bapak,” jawab Suhardi.
Suhardi mengaku tak tahu teknis pengaturan pemenangan CV Delima Mandiri dalam pengadaan proyek tersebut. Namun dia menegaskan pengadaan proyek ini pada akhirnya dimenangkan oleh CV Delima Mandiri.
“Akhirnya Saudara tahu nggak bahwa tadi yang Saudara sebutkan tadi, bahwa CV Delima Mandiri itu betul sebagai pemenang lelang pada akhirnya?” tanya ketua majelis hakim Teguh Santoso.
“Siap, betul, Bapak,” jawab Suhardi.
Sebelumnya, Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta didakwa merugikan keuangan negara Rp 20,4 miliar. Max dkk didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata jaksa KPK, Richard Marpaung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11).
Perbuatan ini dilakukan pada Maret 2013 hingga 2014. Jaksa mengatakan kasus ini memperkaya Max Ruland sebesar Rp 2,5 miliar dan William sebesar Rp 17,9 miliar.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 (Rp 17,9 miliar) dan memperkaya Terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 (Rp 2,5 miliar), yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian,” ujarnya.
Jaksa mengatakan Max Ruland dan Anjar mengatur William sebagai pemenang lelang proyek pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas. Harga penawaran proyek itu dibuat markup 15 persen.
“Bahwa setelah pemaparan tersebut, kemudian William Widarta bersama Riki Hansyah Yudi Muharam (selaku staf marketing CV Delima Mandiri) menyusun penawaran harga, spesifikasi teknis, dan desain gambar kendaraan untuk pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle (RCV) dan pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD tahun 2014 sebagai lampiran pendukung term of reference (ToR) dan rencana anggaran biaya (RAB) yang di kemudian diserahkan kepada Hafidh Rahmadi selaku staf perencanaan pada Dirsarpras Basarnas. Dalam penyusunan harga tersebut, telah ditambahkan (markup) 15 persen dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen untuk keuntungan perusahaan pemenang lelang,” tutur jaksa.
Pada September 2013, Rudy Hendri Satmoko selaku Direktur Sarpras Basarnas menandatangani ToR sarana SAR darat untuk pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle (RCV) tahun 2014 dengan harga satuan per unit sebesar Rp 650 juta. Pada Oktober 2013, Rudy Hendro menandatangani ToR sarana SAR darat untuk pekerjaan pengadaan truk personel 4 WD tahun 2014 dengan harga satuan Rp 1,4 miliar.
Jaksa mengatakan pencairan untuk pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar). Namun, pada kenyataannya, yang digunakan hanya Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar).
“Bahwa dari pencairan uang pelaksanaan pekerjaan yang PT Trikarya Abadi Prima untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD tahun 2014 sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar) ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.055.380.000 (Rp 10 miliar),” ujar jaksa.
Selain itu, selisih sebesar Rp 10.389.200.000 (Rp 10,3 miliar) juga ditemukan pada pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle. Total pencairan untuk pekerjaan pengadaan itu sebesar Rp 43.549.312.500 (Rp 43,5 miliar), tapi yang digunakan hanya Rp 33.160.112.500 (Rp 33,1 miliar).
“Dan untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle tahun 2014 sebesar Rp 43.549.312.500 ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 33.160.112.500,00 (Rp 33,1 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200.000 (Rp 10,3 miliar) yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara seluruhnya sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar),” ujarnya.
Max Ruland dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
(mib/azh)