Jakarta –
Sektor industri diharapkan dapat menyerap garam produksi dalam negeri secara optimal. Pemerintah sendiri telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022, tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
Namun menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam Perpres tersebut Industri Chlor Alkali Plant (CAP), termasuk industri soda dan industri kertas belum diwajibkan menyerap garam lokal. Menperin menilai perlu ada evaluasi demi mendorong penyerapan garam dalam negeri.
“Dan berdasarkan Perpres 16 tersebut maka untuk CAP, termasuk industri soda maupun industri kertas ini belum diwajibkan,” kata Agus dalam penandatanganan MoU penyerapan garam lokal antara pengusaha dan petani garam di The Westin Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dengan adanya evaluasi terhadap aturan tersebut diharapkan seluruh industri bisa menyerap garam dalam negeri. Meskipun dalam hal ini, spesifikasi garam dalam negeri juga harus mampu memenuhi spesifikasi industri.
“Makanya saya bilang tadi bahwa kalau bisa Perpres 126 itu dievaluasi sehingga diwajibkan untuk seluruh industri pengguna garam menyerap dari dalam negeri. Tapi di sisi lain kita harus ingat juga bahwa para industri ini penting, punya spesifikasi dari garam yang dibutuhkan oleh industri,” tuturnya.
Apalagi, Agus memprediksi kebutuhan garam industri di dalam negeri akan terus meningkat. Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Dirjen IKFT Kemenperin) Reni Yanita menyebut industri pangan dan farmasi tidak boleh mengimpor garam mulai 1 Januari 2025.
“Yang boleh impor hanya untuk yang CAP. Jadi kalau untuk yang aneka pangan, kemudian juga farmasi, nanti per 1 Januari 2025 tidak boleh lagi,” jelasnya.
Selain persoalan pemenuhan kualitas, Reni menyebut alasan Indonesia masih mengimpor garam adalah karena produksi dalam negeri memang belum mampu memenuhi kebutuhan industri. Kebutuhan garam di dalam negeri hampir 4,9 juta ton, sementara suplai dalam negeri hanya 2,5 juta ton.
“Nah, jadi kan ada kekurangan hampir 2,4 juta ton, nah itu juga kalau bilang sederhana, oh kita ini laut (luas) ini garamnya, itu kan tidak semudah it. Nah, dari ceruknya yang 2,4 juta juga kan tiap tahunnya pasti ada koreksi ketika ada investasi baru, gitu kan ya,” tuturnya.
Sejauh ini, kata Reni, industri CAP memang yang paling banyak mengimpor garam produksi. Namun ia menegaskan bahwa industri CAP masih ada yang menggunakan garam lokal dan tidak semuanya impor.
“Kalau CAP itu hampir 2,2 juta ton ya. Jadi sisanya itu hanya untuk industri aneka pangan yang diimpor oleh pengolah garam. Terus kalau yang lainnya, farmasi, kecil sih kalau farmasi kecil. Tapi kan dia harus spesifikasi yang tinggi,”
Adapun Kemenperin menargetkan total penyerapan garam produksi untuk 2024 mencapai 768.285,42 ton. Targetnya naik menjadi 775.702,39 ton untuk tahun 2025.
(kil/kil)